[caption id="attachment_417048" align="aligncenter" width="420" caption="Koleksi ogoh-ogoh di RTWSD, Gianyar, Bali. (foto: Benny)"][/caption]
Tak ada rencana sama sekali saya ke tempat ini. Setelah browising mencari-cari lokasi menarik yang gratis, keputusan jatuh bertandang ke sebuah galeri topeng dan wayang. Ternyata, saya benar-benar dibuat takjub di dalamnya.
Hari itu saya tiba terlalu awal di International Airport I Gusti Ngirah Raih, Bali. Masih pukul 10 pagi waktu setempat. Sementara jam check-in hotel baru pukul dua siang. Ketimbang nongkrong nggak jelas, saya dan teman-teman yang akan mengikuti sebuah workshop di Sanur memutuskan menyewa mobil dan keliling Bali.
Belum jelas ke mana arahnya. Namun setelah browsing dan diskusi dengan supir yang baik hati itu, kami singgah ke sebuah tempat yang asri bernama Setia Darma House of Mask and Puppets atau Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma (RTWSD). Lokasi RTWSD tepatnya di Banjar Tengkulak Tengah, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
Saya belum ada gambaran ketika menjejak ke halaman RTWSD. Tapi teman saya yang pernah bertandang sebelumnya sekilas menceritakan tentang koleksi topeng yang eksotik. Karuan saya segera bergegas.
Seorang pemandu wanita, sebut saja Ayu, dari RTWSD menyambut kami ramah ketika kami hendak masuk ke salah satu joglo. Dia menyalakan lampu di dalam ruangan agar kami leluasa menikmati koleksi di dalamnya. Sesekali Ayu menceritakan tentang koleksi yang dipajang.
[caption id="attachment_417051" align="aligncenter" width="420" caption="Lingkungan asri di sekitar RTWSD. (foto: Benny)"]
Sebagai pecinta karya seni, saya bisa belajar banyak hal, mulai dari warna, ukuran , ragam bentuk ekspresi, anatomi, , hingga ornamen penghias. Topeng pertunjukkan dengan topeng ritual yang agak-agak mistis.
Salah satu topeng ritual yang bisa dilihat adalah topeng ritual dari Kalimantan yang diperkirakan berusia sekira dua abad. Topeng yang bentuknya demikian purba meski sederhana, yaitu topeng ritual Suku Dayak (Hudoq) terbuat dari kayu dengan tekstur kasar berwarna oranye dan mirip labu.
Kadang saya merasa nuansa mistis ketika berada di topeng-topeng tersebut. Buat yang yang rada penakut memang sebaiknya jangan datang sednirian.
Untuk koleksi wayang dan boneka, saya harus masuk ke salah satu bangunan berbentuk joglo. Di sana tersimpan apik ragam wayang mulai dari Jawa, Betawi, Sunda, sampai Batak. Tidak hanya koleksi lokal, lihat pula koleksi wayang gantung dari China, Italia, bahkan Malaysia.
Sejarah wayang dan bentuk boneka tampaknya tak kalah purba dengan sejarah peradaban bangsa. Menarik mengenal ragam bentuknya yang kaya kreatifitas ataupun mengenal format pertunjukan dan mitos atau kisah yang diusung sebuah boneka atau wayang.
Beberapa koleksi diantaranya adalah wayang kaper yang biasanya digunakan oleh anak-anak raja, wayang beber jawa dan bali, wayang suket dari rumput, wayang kulit, dan lainnya. Wayang golek tak mau ketinggalan memenuhi ruang koleksi.
Kebetulan sekali saya dan teman-teman sedang mempelajari sejarah ilustrasi dalam cerita anak-anak di Indonesia. Di sini kami bisa mengamati langsung dari wayang beber Bali. Benar-benar beruntung.
RTWSD merupakan rumah bagi ribuan topeng dan wayang di Indonesia, serta beberapa negara di Asia dan Afrika. Selain untuk tujuan wisata keluarga dan budaya, RTWSD juga dibangun sebagai upaya bagi pelestarian, pendidikan, hiburan, dan pengembangan seni topeng dan wayang.
“Rombongan pelajar juga sering datang ke sini,” kata Ayu menjelaskan.
[caption id="attachment_417052" align="aligncenter" width="420" caption="Bahkan bangunannya pun bernilai seni tinggi di RTWSD. (Foto: Benny)"]
Milik Pengusaha
Saya terkesima ketika mengetahui RTWSD bukan milik pemerintah daerah setempat. RTWSD merupakan prakarsa seorang pebisnis sekaligus pemerhati budaya, Hadi Sunyoto. Pengusaha tersebut menyadari akan rendahnya apresiasi dan kepedulian terhadap topeng dan wayang tradisional di Indonesia.
Hadi Sunyoto mengoleksi topeng dan wayang dari berbagai daerah di Indonesia sejak kurun waktu 7 tahun. Koleksinya tersebut kemudian disimpan, dilestarikan, dan dibuka untuk umum agar masyarakat luas lebih mengenal keberadaannya pada tahun 2006. RTWSD dikelola sepenuhnya secara partikulir tanpa campur tangan pemerintah. Meski demikian, sistem pengelolaanya menganut prinsip kerja sebuah museum.
[caption id="attachment_417054" align="aligncenter" width="420" caption="Koleksi wayangnya benar-benar bikin saya betah. (Foto: Benny)"]
Rasanya tak bosan mata saya memerhatikan koleksi –koleksi yang unik dari Indonesia. RTSWD berdiri di atas lahan seluas 1,4 hektar, dengan 5900 koleksi yang terdiri dari 1200 topeng dari Indonesia, Afrika, dan Jepang. Sementara, untuk koleksi wayang tercatat sekira 4.700 wayang dari Indonesia, China, Malaysia, Thailand, Mianmar, dan Kamboja.
Kabarnya, Koleksi yang dipamerkan di RTWSD saat ini barulah setengah dari jumlah koleksi total yang sudah dikumpulkan. Baru setengah saja saya sudah takjub, apalagi kalau semuanya dikeluarkan.
Ada beberapa bangunan di RTWSD, mulai dari arsitektur Bali, arsitektur seperti joglo, tekuk lulang dan limasan. Dan yang bikin saya nggak merasa seperti di dalam museum adalah kebun, taman, lapangan rumput serta hamparan sawah yang alami. Ada juga ruang pertunjukan juga menjadi fasilitas penunjang di RTWSD.
Saya bersyukur banget bisa nyasar ke Gianyar, menyaksikan sebuah obyek wisata kelas dunia bernama Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma.
[caption id="attachment_417060" align="aligncenter" width="420" caption="Pengen mampir lagi ke sini. (Foto:Benny)"]
^_^
Unjtuk informasi lengkap koleksi RTWD silakan mampir di:
http://www.setiadarma.org/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H