[caption id="attachment_304148" align="aligncenter" width="430" caption="Para penulis cilik berkonferensi dan berlomba di bidang syair, dongeng, cerpen dan pantun. (Foto: Benny Rhamdani)"][/caption]
Sayur lobak penuhi kereta
Benih sawi siap ditaburi
Berlomba pantun di Jakarta
Raih prestasi anak negeri
Rosa (kelas 6) dan Elita (kelas 4) sama-sama siswa SDN 08 Nangga Lauk, Kalimantan Barat. Beberapa bulan silam mereka mengirim pantun ke panitia Konferensi Penulis Cilik Indonesia 2013. Sabtu lalu (16/11), nama mereka diumumkan sebagai peserta terpilih untuk babak final di Jakarta.
“Kami senang sekali begitu diumumkan terpilih berangkat ke Jakarta untuk lomba pantun,” kata Elita berbinar. Hal yang sama dirasakan pula oleh Rosa. Keduanya pun memberi kabar bahagia itu kepada orangtua mereka yang sama-sama buruh penyadap getah karet di pedalaman Kalimantan Barat.
“Waktu itu ayah baru pulang dari kebun karet. Begitu aku kabari, ayah langsung berganti pakaian dan menemui guru di sekolah untuk memberi persetejuan,” tutur Rosa yang tak menyangka dorongan dari ayahnya begitu besar. Bahkan, ayahnya diam-diam menjual perahu untuk memberi bekal kepada Rosa, juga membelikan pakaian yang layak untuk ke Jakarta. “Padahal perahu itu dipakai ayah untuk pergi ke tempat kerja yang jauh. Aku tidak tahu ayah sekarang berangkat pakai apa. Mungkin ikut teman-teman ayah.”
Sementara Elita pun disiapkan perbekalan pakaian dan tas oleh kedua orangtuanya. “Aku juga dibelikan handphone untuk komunikasi. Sebelumnya, aku tidak punya handphone. Paling cuman pinjam punya ayah.”
Keduanya mengaku bangga bisa berangkat ke Jakarta yang bahkan orangtuanya belum pernah kunjungi. Setelah persiapan, mereka berangkat Selasa(19/11) dari Nanga Lauk menuju terminal bus terdekat naik perahu selama lima jam. “Walaupun lama kami sudah biasa naik perahu, jadi kami tidak mabuk,” kata Elita. Yang jadi masalah buat mereka justru perjalanan darat dua kali ganti bis sebelum sampai Bandar Udara Internasional Supadio di Pontianak.
“Kami mabuk karena belum terbiasa,” papar Rosa. Malah, Elita berlanjut mabuk saat naik pesawat menuju ke Jakarta. “Naik pesawatnya tegang karena suara mesin pesawat,” tuturnya.
Karena perjalanan lebih dari 12 jam tersebut, mereka pun merasa letih ketika tiba di hotel tempat seluruh peserta dari berbagai provinsi berkumpul pada Rabu (20/21). Dan keesokan harinya, keduanya ternyata jatuh sakit. Banyak hal yang mereka ungkapkan. Mulai dari kangen orangtua, kurang nyaman dengan pendingin ruangan hotel, sampai terganggu dengan aroma hidangan hotel yang tidak terbiasa di hidung mereka.
[caption id="attachment_304149" align="aligncenter" width="430" caption="Elita berjuang menulis pantun meskipun sambil terbaring sakit. (foto: Benny Rhamdani)"]
Padahal pukul 10.00 mereka harus berlomba lagi bersaing dengan hampir 40 finalis lomba cipta pantun. Untunglah, panitia lomba dari DAR! Mizan dan dewan juri yang diketuai Djokolelono memberi dispensasi untuk keduanya agar tetap mengikuti lomba di kamar hotel dengan didampingi satu pengawas.
“Kepalaku sakit sekali, tapi aku tetap berusaha menulis pantun dengan baik,” kata Elita yang selama menyelesaikan lomba terbaring lemas. Rosa pun demikian. Meskipun tampak lemas, dia tetap berusaha membuat pantun seperti yang disyaratkan oleh juri dengan baik.
Setelah lomba, mereka hampir tak bisa melakukan kegiatan karena harus banyak istirahat. Tapi keesokan harinya (22/11), Rosa dan Elita berusaha menghimpun tenaga mengikuti pengumuman lomba cipta pantun di kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan sabar mereka mengikuti protokoler acara, hingga akhirnya nama-nama pemenang pantun disebutkan.
Nama-nama juara pun disebutkan dari peringkat terbawah. Sampai akhirnya peringkat satu disebutkan, ternyata nama Elita muncul sebagai pemenang. Air mata kebahagiaan menggenangi mata Elita saat menuju podium dan menerima hadiah pemenang pertama bersama pemenang lomba lainnya, yakni menulis syair, mendongeng dan menulis cerpen.
“Aku benar-benar tidak menyangka bisa menang. Sampai terkejut ketika namaku disebut,” ujar Elita sambil tersenyum.
Dengan kemenangan itu, Elita berjanji akan terus menulis pantun yang merupakan kekayaan sastra Indonesia. “Aku akan terus menulis pantun. Tidak ingin menulis yang lain. Karena pantun itu kan budaya Indonesia. Jadi aku akan terus menjaga,” ucapnya.
Padahal sebelumnya, Elita mengaku tidak tahu apa-apa tentang pantun. Bahkan guru di sekolah pun tidak mengajarinya. Dia hanya membaca sebanyak-banyaknya dari buku di perpustakaan tentang pantun. Dan dengan banyak membaca itu, Elita pun berhasil menulis pantun dengan baik. Sementara Rosa, pada malam harinya diumumkan sebagai pemenang harapan kategori menulis pantun.
Bila ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Bila ada umur yang panjang
Boleh kita berprestasi lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H