Saya pun bergerak sekitar 1,5 kilometer ke Pasar Maluk yang tampak sepi seperti sedang liburan. Bahkan di antara kios-kios itu kita bisa bermain sepeda dengan bebas. Saya bertemu Bu Samsul, 40 tahun, yang telah berdagang di Pasar Muluk selama sembilan tahun. Di sisinya, tampak keranjang yang dipenuhi tomat.
[caption id="attachment_344363" align="aligncenter" width="448" caption="Bu Samsul berusaha bertahan di Pasar Maluk. (foto: Benny Rhamdani) "]
![14035067651935043845](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14035067651935043845.jpg?t=o&v=555)
“Tomat ini sudah satu minggu belum habis juga. Padahal sebelum Newmont berhenti operasi saya bisa menjual habis 2 keranjang tomat sehari,” tutur Bu Samsul seraya tersenyum getir. “Harapan saya , bisa kembali normal. Dulu omset saya Rp2 juta per hari. Kini tinggal Rp500 ribu per hari.”
Saya pun kian tercekat, ketika melihat sayur-sayuran yang sudah amat layu dengan terpaksa dibuang begitu saja oleh Bu Samsul. Air mata saya menggantung di pelupuk.
Sampai kapan kah mereka bisa bertahan? Padahal belum satu bulan operasional PT NNT berhenti. Semoga harapan Bu Samsul tak lantas layu seperti sayur-sayur itu.
[caption id="attachment_344367" align="aligncenter" width="448" caption="Semoga harapan mereka tak lekas layu seperti sayuran ini. Aaamin. (foto: Benny Rhamdani)"]
![14035068891558038644](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14035068891558038644.jpg?t=o&v=555)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI