Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Harga Elpiji di Mata Ibu Rumah Tangga dan Wanita Bekerja

19 September 2014   00:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:17 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="579" caption="Kenaikan Elpiji 12 kg lebih dirasakan ibu rumah tangga. (Foto: Pertamina)"][/caption]

Seminggu setelah kenaikan harga pada elpiji 12 kilogram (kg) pada 10 September, reaksi masyarakat ternyata tak terlalu bergejolak. Padahal Juli lalu di India, ketika  pemerintahnya menaikkan harga elpiji 16,50 rupee per tabung langsung  terjadi keributan di banyak tempat, termasuk di sosial media seperti Twitter dan Facebook. Paling banyak adalah dari kalangan ibu rumah tangga.

Saya sempat menanyakan kepada teman-teman wanita yang terdiri dari ibu rumah tangga dan pekerja  ihwal kenaikan harga elpiji 12 kg Pertamina, jawabannya ternyata beragam.

“Sangat terasa sekali untuk ibu rumah tangga seperti saya,” ucap Juni Jaya Siboen.  Di tempat Juni di kawasan Jati Waringin, harga elpiji 12 kg yang semula Rp105.000 menjadi Rp130.000.  “Walau kecewa, mau bagaimana lagi?”

Keluhan yang sama juga dirasakan oleh Susan Budi Saroyo, warga Depok, merasa kenaikan dari harga Rp115.000 menjadi Rp135.000 sedikit banyak membebani pengeluaran untuk rumah tangganya.

Sementara itu Judit Dewina, karyawati sebuah bank nasional mengaku tidak tahu menahu soal kenaikan harga elpiji 12 kg. Bahkan tahu menahu berapa harag elpiji yang layak.

“Saya biasa makan di luar atau catering. Tapi sejauh ini nggak terasa ada kenaikan harga,” katanya sambil meyakini pengusaha cattering tentunya punya banyak jalan untuk menahan kenaikan harga. Di rumah, Judit mengaku selalu masak dengan microwave. “Gas di rumah awet berbulan-bulan,” imbuhnya.

Senada dengan Judit, karyawati swasta Suriani Burhan mengaku tak merasakan imbas kenaikan harga elpiji 12 kg pada pekan lalu. “Saya nggak masak. Anak kost biasa makan di luar. Harga makanan juga nggak jadi masalah. Kalau enak, walau naik ya tetap dibeli. Tapi kebanyakan saya jajan di tempat makanan yang pakai tabung 3 kg.”

Kendati demikian, Judit dan Suri mengaku prihatin dengan kenaikan harga elpiji tersebut. “Kalau buat ibu-ibu di rumah, naik 10 ribu saja sudah bikin pusing. Apalagi kalau penghasilan suaminya tidak bertambah,” ujar mereka senada.

Informasi

Salah satu hal yang membuat dua ibu rumah tangga di atas merasa kecewa adalah kurangnya informasi yang jelas tentang besarnya kenaikan serta alasannya. Ketika diuraikan fakta bahwa menurut Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budyo, gas elpiji 12 kilogram adalah jenis elpiji yang tidak memperoleh subsidi, mereka pada akhirnya hanya pasrah.

Apalagi saat dijelaskan, dengan menaikkan harga elpiji 12 kg, maka BUMN migas tersebut akan dapat memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat.

Sebagian masyarakat juga belum tahu, harga elpiji yang dijual saat ini masih jauh di bawah harga keekonomian. Pastinya, Pertamina memiliki kewajiban untuk menjual gas elpiji berdasarkan harga keekonomian. Atas dasar harga acuan Contract Price Aramco (CP Aramco) yang merupakan acuan harga elpiji produsen di seluruh dunia, rata-rata harga secara year on year bulan Juni 2014 adalah 891,78 dollar AS per metrik ton pada kurs Rp 11.453 per dollar AS.  Bila ditambah komponen biaya, maka harga elpiji 12 kilogram seharusnya Rp 15.110 per kilogram atau Rp 181.400 per tabung.

Hal lain yang tidak diketahui masyarakat terkait elpiji 12 kg adalah rencana kenaikan bertahap berdasarkan peta jalan yang sudah disampaikan Pertamina melalui surat tertanggal 15 Januari 2014 ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN.

Per 1 Juli 2014, Pertamina akan menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.000 per kg menjadi Rp6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp106.800 per tabung. Lantas, per 1 Januari 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Juli 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Januari 2016 naik Rp1.500 per kg, dan 1 Juli 2016 naik Rp1.500 per kg.

“Kalau memang tujuannya untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat sih nggak apa-apa. Tapi sebaiknya segera dibangun sarana  dan dasilitas umum biar terasa oleh banyak orang. Bikin sekolah gratis, rumah sakit gratis, biar masyarakat percaya. Jadi kalau nanti mau naik lagi tidak ada masalah,” ujar Hartini, seorang ibu rumah tangga di Bandung.

Sekadar catatan kecil dari saya, terkait kenaikan harga elpiji ini sebaiknya Pertamina dan pemerintah lebih transparan dalam memberikan informasi. Sebab-sebab kenaikan harus diinformasikan seluas mungkin sejak awal, sehingga masyarakat lebih siap menyusun langkah antisipatif. Penyaluran dana subsidi yang dicabut juga harus transparan alirannya dan diawasi dengan ketat, sehingga tidak melukai masyarakat.

Masyarakat Indonesia merupakan jenis masyarakat superadaptif yang cepat menyesuaikan diri dengan himpitan macam apapun. Masih saya ingat ketika krisis moneter, betapa banyak ide-ide masyarakat Indonesia untuk bertahan dan melangkah maju.

Sekarang saja sudah terlihat beberapa pedagang yang semula memakai elpiji 12 kg beralih ke tabung melon dengan membeli sebanyak mungkin. Apakah ini kemudian menjadi masalah baru, silakan pemerintah dan Pertamina mencari jalan keluarnya.

^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun