Saat Kompasianer diajak nangkring bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumardi dan Walikota Bandung Ridwan Kamil membahas masalah transportasi, Sabtu  (26/11)),  ada satu pertanyaan tentang tarif angkot dari Bang Aswi, salah satu Kompasianer Bandung. Pertanyaan itu juga salah satu  yang saya siapkan sebelum saya datang ke Pendopo Walikota Bandung di Jalan Dalem Kaum tersebut. Cuman saya tidak mendapat kesempatan untuk bertanya. Beruntung ada yang mewakili.
Kang Emil, sapaan walikota Bandung, menjelaskan tentang peraturan tarif yang mestinya dipatuhi. Malah langsung meminta stafnya membuat laporan jika ada supir yang melakukan pelanggaran. "Jika perilaku supir angkot tidak berubah, masyarakat juga jadi enggan naik angkot," kata Kang Emil yang langsung membuat saya mangut-manggut.
Kasihan juga nasib supir angkot jika karena ulah beberapa supir, warga Bandung jadi enggan naik angkot. Biar bagaimana pun angkot sebenarnya masih dibutuhkan oleh warga sebagai altenatif transportasi publik. Apalagi di Bandung sampai dibuat Hari Naik Angkot di hari Jumat agar mengurangi kendaraan pribadi berseliweran di jalan raya.Â
1. Tarif Tidak Jelas
Jangan pernah berharap naik angkot di Bandung dapat membayar tarif angkot dengan jelas, meskipun peraturan daerah sudah ada untuk jarak per kilometer. Â Untuk naik dan turun di tempat yang sama, setiap angkot punya tarif berbeda. Supir A bisa membebani tarif Rp3.000, nanti supir B pasang tarif Rp4.000. Juga tergantung uang yang dibayarkan. Jika uang bernominal besar, siap-siap saja membayar ongkos lebih. Memang, sebaiknya saat naik angkot di Bandung, siapkan uang pecahan Rp2.000 hingga Rp5.000.Â
2. Juara Ngetem
Terburu-buru ke sekolah atau ke kantor? Jangan harapkan bisa datang tepat waktu sampai tujuan jika naik angkot di Bandung. Kalaupun terpaksa naik angkot, harus siapkan perkiraan waktu lebih banyak, karena angkot di Bandung senang sekali ngetem. Bahkan kadang ngetem di tempat yang tidak terlihat sama sekali calon penumpang sejauh mata memandang. beberapa tempat ngetem akhirnya malah seperti terminal bayangan. Sang supir bisa ngopi atau ngerokok dulu.
3. Minim Disiplin
Sebenarnya sih masih sedikit berhubungan dengan kebiasaan ngetem. Percayalah, hampir semua tempat ngetem angkot senantiasa sudah dipasang rambu lalu-lintas dilarang parkir dan dilarang stop. Tapi tiada digubris jika tak ada petugas polisi dari satlantas. Ketidakdisiplinan lainnya adalah, kadang ngebut di jalan, merangsek ke pinggir jalan, hingga menerobos lampu merah.
4. Trayek Membingungkan