Mohon tunggu...
Benni Indo
Benni Indo Mohon Tunggu... Wartawan -

Orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan di Musim Hujan

29 November 2013   09:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banjir melanda di sepanjang jalan. Aku harus berhati-hati agar tidak jatuh dari motorku. Aku lihat ke bawah, air hampir saja menenggelamkan mesin motor. Ketinggian air sudah mencapai 10 cm.  Aku mencoba mencari dataran yang lebih tinggi agar mesin tidak tergenang oleh air. Kalau sampai mesin motor mati, itu artinya perjalanan pulang ke rumah akan semakin lama.

Para kaki lima juga molor rizkinya. Sebagian dari mereka bahkan telah menutup dagangannya. Mungkin lebih memilih mengamankan barang dagangan daripada mengamankan Rupiah yang didapat. Hujan semakin deras diselingi angin dan suara petir yang cengeng. Langit semakin gelap dan lampu-lampu rumah serta jalan telah menyala. Padahal ini masih di siang hari.

Banjir kali ini luar biasa meluasnya. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Apa yang terjadi? Apa penyebab semua ini? Aku kembali mengingat pohon yang telah almarhum. Menjejaki perannya sebagai makhluk hidup. Menolong pengendara dan pedagan kaki lima. Menolong perekonomian dan kehidupan sosial warga. Lebih sederhana lagi dari itu, ia hanya melakukan hal kecil yang berdampak besar: meminum air yang tumpah di Bumi.

Tapi beberapa orang berkilah kalau pohon itu mengganggu rancangan bangunan yang telah digambar. Penebangan harus dilakukan agar bangunan dapat dibangun setinggi-tingginya dengan kaca-kaca yang menghiasi gedung. Bangunan harus berdiri tinggi agar banyak orang yang menginap jika malam tiba. Sebagian lainnya agar rumah toko segera berfungsi sebagaimana mestinya.

Aku masih terjebak dalam kemacetan. Aku lihat ke belakang, banyak pula orang yang mengendap-endap mencoba menghindari kemacetan. Sementara aku mengatur strategi di dalam otak untuk menghidari kemacetan itu. Setelah belok lagi ke arah kanan, beberapa meter dari situ aku menemukan alasan kenapa kemacetan bisa terjadi.

Sebuah pohon besar melintang di badan jalan. Mobil mewah remuk menjadi tak tampak mewahnya dibawah besarnya pohon itu. Pecahan kacanya berserakan ke pinggiran jalan. Bagian atasnya peyot, remuk tak berbentuk. Sebagian kursi-kursi yang semula di dalam mobil berpindah tempat keluar.

Beberapa orang mencoba membantu sopir yang terjebak di dalam mobil. Penumpang yang lainnya sudah bisa membebaskan diri dari bahaya itu. Polisi dan petugas PMI berada di lokasi untuk sekedar gotong-royong dengan masyarakat. Jalanan yang semula dua jalur diganti menjadi satu jalur. Kemacetan ini karena itu.

Korban berjatuhan, pengguna jalan dirugikan. Para pedagang juga merugi. Waktu telah berada di depan merayakan kemenangan. Sementara alam sepertinya masih menemaniku dengan tangisannya yang jatuh dari langit. Semakin dingin air yang membasahi tubuhku.

Aku pelan-pelan melintasi tragedi itu. Sambil menengok ke arah terjadinya kecelakaan, aku dengar suara jerit tangisan yang getir dari seorang ibu dalam pelukan suaminya yang baru saja dikeluarkan dari mobil. Sementara anak-anak mereka telah masuk ambulan dan menuju ke rumah sakit dengan bunyi sirine yang meraung-raung.

Aku tak sempat menelusuri lebih jauh apakah ada korban atau tidak. Namun dari tangisan yang aku dengar dapat digambarkan betapa sedihnya seorang ibu itu. Sang ayah mencoba menenangkan istrinya yang tersedu-sedu tidak teratur.

Sembari meneruskan perjalanan pulang, aku bertanya pada diriku sendiri. Alamku di kota ini apakah telah murka? Apakah memang itu artinya kalau satu pohon saja ditebang? Pohon menangis, alam menangis, seketika manusia juga ikut menangis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun