Mohon tunggu...
Benny Benke
Benny Benke Mohon Tunggu... -

the walkers. touch me at benkebenke@gmail.com,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Indonesia di Jagad Film Hollywood, dari Peran Vital hingga Sampiran

4 April 2017   12:27 Diperbarui: 6 April 2017   19:00 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

JAKARTA -- Bukan hal baru aktor dan aktris Indonesia digaet dalam sebuah produksi film oleh rumah film dari Hollywood. Pada tahun 1983 The Year of Living Dangerously, sebuah film yang bernarasi tentang peralihan kekuasan di era presiden Soerkarno dan masamasa kejatuhannya, nama aktor Indonesia Soultan Saladin sudah dilibatkan dalam film yang pelakon utamanya dilakoni Mel Gibson itu.

Jauh sebelum Mel Gibson mendapatkan dua piala Oscar di ajang Academy Award 1996, sebagai Sutradara Terbaik dan Film Terbaik di film Braveheart. Soultan Saladin, aktor senior yang sekarang nyaris tidak pernah muncul lagi di layar lebar itu, dalam film The Year of Living Dangerously yang ironisnya tidak boleh beredar di Indonesia pada masa itu, berlakon sebagai sosok Soekarno.

Sedangkan Gibson sebagai Guy Hamilton, jurnalis yang mendapatkan tugas di Jakarta, dan menjalin kontak dengan potograper Billy Kwan (Linda Hunt), dan diplomas Inggris Jill Bryant (Sigourney Weaver). Tiga pelakon ini adalah nama benderang di Hollywood, hingga saat ini. Di film arahan sutradara senior Peter Weir, kebangkitan dan kejatuhan komunis menjadi menu utama cerita.

Dan Soultan Saladin, meski penampilannya tidak mendominasi cerita, hanya peran sekilas atau sampiran, sebagai sosok Soekarno, yang melongok kepada jurnalis Hamilton, namun tetap menjadi kunci cerita, menjadi tonggal dilibatkannya aktor Indonesia dalam proses produksi film Hollywood.

Film ini, juga tercatat mendapatkan Academy Award untuk kategori Best Actress in a Supporting Role, untuk Linda Hunt di gelaran Academy Award 1984.  

Berbilang tahun kemudian, atau pada 2010 baru meluncur kemudian film Eat Pray Love, yang dilakoni Julia Roberts dan Javier Bardem. Yang kebetulan juga berlokasi di Bali, diluar lokasi di Italia dan India. Sedangkan pada The Year of Living Dangerously, meski bernarasi tentang Jakarta, Indonesia, namun lokasinya di Manila, Philiphina.

Pada Eat Pray Love, nama aktris senior Christine Hakim, giliran menjadi nama Indonesia yang dilibatkan proyek Hollywood. Pada film arahan Ryan Murphy, Christine Hakim banyak mendapatkan adegan satu frame dengan bintang besar Hollywood, Julia Robert. Yang tercatat telah mendapatkan pila Oscar via film Erin Brockovich (2001) untuk kategori Best Actress.

Meski sejatinya, nama CH, demikian Christine Hakim biasa disapa, juga tak kalah mendunianya. Buktinya, pada 2002, dia menjadi salah satu anggota juri gelaran Cannes Film Festival, bersama Sharon Stone, Michelle Yeoh  dan David Lynch. Singkat kata, saat menunggu take adegan, keakraban antara CH dan Julia Robert sudah sama kuatnya. Demikian halnya dengan Javier Bardem, yang via film No Country for Oldman (2008), mendapatkan Oscar untuk kategori Best Supprting Actor.

Di film ini, CH berlakon sebagai ahli herbalis bernama Wayan, dan berkawan baik dengan Liz Gilbert (Julia Roberts) yang berikhtiar menemukan cintanya di Bali, setelah berkelana dengan dunia makanan di Italia, dan menyungkurkan diri dalam pelukan Tuhan di India. Sedangkan sosok Indonesia lainnya di film ini, yang berlakon sebagai dukun, yaitu Ketut Liyer dilakoni oleh Hadi Subiyanto.

Setelah itu, baru menyusul film Java Heat (2013) yang berlokasi di Jogjakarta dan Candi Borobudur. Film arahan Conor Allyn ini mempertemukan bintang remaja Kellan Lutz dan aktor senior Mickey Rourke, dengan aktor Indonesia, Ario Bayu dan Tio Pakusadewo. Sayangnya, tidak sebagaimana film Eat Pray Love yang mendapatkan tanggapan positif pasar dunia, dengan larisnya film itu. Film Java Heat nyaris tak terdengar di pasar Amerika dan Eropa. Di pasar Indonesia, jadi bahan olokolokan sejumlah kritikus film malah.

Karena ditimbang meletakkan citra Indonesia, terutama via gerakan terorisnya, dengan serampangan. Sebagaimana pencitraan Indonesia di era Soeharto di film Gold (2017) yang dilakoni aktor peraih Oscar, Matthew McConaughey. Di film yang tanpa aktor dan aktris Indonesia itu, citra Indonesia disajikan dengan ngawur sekali oleh sineas Hollywood.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun