Mohon tunggu...
Benny Benke
Benny Benke Mohon Tunggu... -

the walkers. touch me at benkebenke@gmail.com,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berthold Damshauser: Seniman Bahasa Pecinta Sastra Indonesia

14 Oktober 2016   15:21 Diperbarui: 14 Oktober 2016   15:29 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kalau kita tidak menguasai bahasa, maka cara berpikir kita menjadi kurang sempurna".

JAKARTA -- BERTHOLD Damshauser, pengajar sastra Jerman dan sastra Indonesia modern pada Universitas Bonn, Jerman, tahu betul dengan makna kutipan tersebut. Untuk alasan itulah, editor jurnal sastra di majalah Orientierungen-Zeitschrift zur Kultur Asiens itu sangat menguasai benar bagaimana berbahasa Indonesia dengan baik dan laras.

Sebagai penikmat sastra Indonesia modern, khususnya prosa dan puisi, pegawai negeri pada Universitat Bonn, Institut fur Orient-und Asienwissench itu, tidak hanya fasih membaca tulis dalam bahasa Indonesia.

Lebih dari itu, mantan penterjemah mendiang Presiden Soeharto ketika dua kali mengunjungi Jerman, pada tahun 1989 dan 1996 itu, mengaku tahu betul karya sastra Indonesia mana yang patut dikaji dan berbobot.

Tidak berlebihan bila dalam kunjungannya ke Indonesia, penyair kelahiran 8 Februari 1957 dan beristrikan orang Jawa totok itu mampu bercerita banyak tentang berkembangan dunia sastra di Jerman dan Indonesia.

Dalam wawancara dengan Suara Merdeka di komunitas Salihara, Jakarta, baru-baru ini, penggila kesebelasan Borussia Dortmund ini bercerita tentang arti penting sastra bagi generasi muda dan bangsa.

Bagi Berthold, yang telah membacakan syair-syair Goethe dihadapan 5.000-an santri di Sumenep, dan dalam waktu dekat ini di dihadapan ribuan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, bahasa teristimewa sastra, memegang peranan kunci.

Tak Kalah

Lebih dari itu, karya sastra dari generasi sekarang tidak kalah dengan karya sastra dari generasi terdahulu, seperti karya Pramudya Ananta Toer, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, hingga WS Rendra sekalipun.

Dia mencontohkan, karya sastra Indonesia modern yang benar-benar kuat, masterpiece, dan menginspirasi adalah trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

 Menurut dia, novel trilogi itu mampu melukiskan orang Jawa pedesaan dalam keadaan tekanan politik dengan sangat indah dan jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun