Mohon tunggu...
Gladly Steward Benly Taliawo
Gladly Steward Benly Taliawo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

harapku,,Indonesia bangkitlah!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Risma, Djarot dan Ahok, PDIP Pilih Mana?

27 Mei 2016   12:45 Diperbarui: 27 Mei 2016   12:50 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam Perjuangan.

Semakin kesini semakin kelihatan konstelasi politik di Jakarta jelang Pilgub 2017. Nama-nama calon semakin mengerucut. Ada Ahok melalui jalur perorangan, Sjafrie dan Uno usulan Gerindra, ada Yusril yg sementara sibuk mencari dukungan parpol. Sedangkan PDIP masih menjalankan "mekanisme partai" yg hingga saat ini belum jelas siapa cagub yg diusung. Sudah ada 34 nama yg mendaftar penjaringan tapi rasanya itu hanya gelagat normatif dari PDIP, karena keputusan akhir ada di tangan Ibu Ketua Umum.

Bila memprediksi siapa yg akan diusung PDIP, maka hanya akan ada 3 nama yg paling mungkin diusung atau didukung PDIP. Figur pertama, Risma. Sebagai kader, peluang Risma untuk diusung cukup terbuka. Beberapa kajian menyatakan bahwa Risma yg paling pas untuk bisa dipasang melawan Ahok. Track record kinerja Risma jelas karena sama2 berstatus kepala daerah. Jadi head to head nya terukur dengan jelas. Namun PDIP mempertimbangkan faktor elektabilitas. Risma jauh tertinggal elektabilitasnya dari Ahok. Walau ukuran itu dilakukan sebelum ada kepastian Risma diusung PDIP, namun rasanya sangat sulit bagi PDIP untuk menjamin elektabilitas Risma akan naik menandingi Ahok kalau nantinya dia resmi diusung PDIP. Memaksakan Risma meninggalkan Surabaya utk menuju Pilgub Jakarta akan menimbulkan double impact bagi PDIP: selain tdk ada jaminan Risma akan menang di Jakarta juga PDIP harus ekstra keras untuk mencari tokoh yg pengaruhnya mampu mendongkrak kemenangan PDIP di Jawa Timur.

Figur kedua, Djarot. Tidak banyak yg dapat diharapkan dari seorang Djarot. Secara elektabilitas Djarot jauh tertinggal dari Ahok bahkan oleh Risma sekalipun. Djarot adalah pilihan paling beresiko bagi PDIP. Setelah ada gelagat Risma menolak diusung PDIP di Jakarta, praktis hanya Djarot kader yg bisa diharapkan oleh PDIP. Namun kenapa PDIP terlihat pasif mengangkat citra Djarot? Jelas karena itu merupakan suatu perkara yg sulit. Melihat PDIP kehilangan figur calon, Gerindra bahkan sampai berani mendorong cagub mereka disandingkan dengan Djarot sebagai cawagub dari PDIP. Padahal tanpa berkoalisi pun PDIP bisa mencalonkan sendiri cagub cawagubnya. Kalau harus berkoalisi, maka lebih pantas PDIP yg mengusung Cagub sedangkan Gerindra mengusung Cawagub. Jelas ini pertaruhan bagi PDIP apabila ingin mengusung Djarot.

Figur ketiga, siapa? Bukan Yusril, bukan Haji Lulung atau Nurul Arifin. Figur ketiga adalah Ahok. Dalam hal ini kapasitas PDIP adalah mendukung pencalonan Ahok via perorangan. Bila mendukung pencalonan Ahok, PDIP sekilas akan terlihat kehilangan "harga diri"nya. Partai pemenang Pemilu yg bisa mengusung calon sendiri, koq mau hanya sekedar mendukung? Mendukung calon perorangan pula? Bukankah ini yg namanya "deparpolisasi"? Pertanyaan-pertanyaan tadi rasanya sangat wajar. Kalaupun ada efek samping, rasanya efeknya hanya singkat. Mendukung Ahok merupakan sebuah keputusan pahit namun sangat rasional bagi PDIP. Mendukung Ahok sama saja menempatkan PDIP berada digaris dukungan bersama-sama dengan masyarakat. Hegemoni Ahok hampir mirip dengan hegemoni Jokowi. Keduanya adalah pioner hegemoni kekuatan dukungan rakyat yg berbasisi relawan. Mendukung Ahok memang akan terlihat sangat tidak lazim namun berdampak sangat positif bagi PDIP terutama untuk kepentingan PEMILU 2019 di Jakarta. Rakyat akan melihat bahwa PDIP merupakan partai yg rela kehilangan "harga diri"nya demi mendengarkan suara keinginan rakyat. Toh, yg memilih PDIP juga kan adalah rakyat. Ada survey yg menyatakan bahwa 25% pemberi dukungan KTP untuk Ahok adalah pemilih PDIP. "Suara rakyat" harus benar-benar dipertimbangkan oleh PDIP. 

Jika tidak ada sesuatu yg luar biasa, kalau calon yg diusung hanyalah nama-nama yg tersebut diatas, maka tidak sulit untuk menyatakan bahwa Ahok akan sangat sulit dikalahkan. Dalam hal ini Parpol harus berhitung dengan matang. Membentuk koalisi gemuk untuk melawan Ahok bukan jaminan menang mudah, faktanya dukungan terhadap Ahok masih sangat masif dan cenderung idealis. Jangan lupa ini adalah Pilgub Jakarta dimana mayoritas pemilihnya adalah pemilih cerdas dan idealis. Jangan heran Golkar pun mulai terang-terangan menyatakan dukungan kepada Ahok, begitu juga dengan Demokrat. Bargainningnya ya kepentingan tahun 2019. Ibarat barang mahal nan langka, Ahok kini sedang diburu, siapa cepat dia dapat.

 

Merdeka!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun