Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk keempat tertinggi di seluruh dunia. Menurut data saat ini, banyaknya manusia di Indonesia bahkan hampir mendekati angka 300 juta orang. Tidaklah belebihan kalau seseorang mengatakan bahwa SDM di negara ini sangat berlimpah. Faktanya, jumlah SDM yang tersedia memang sangat banyak. Belum lagi dengan usia produktif yang mulai meningkat dan akan mencapai puncaknya di tahun 2030 nanti dengan adanya bonus demografi.
Namun, pada saat bersamaan, SDM di Indonesia juga dikenal dengan kualitasnya yang rendah. Pengetahuan rata-rata masyarakat Indonesia masih sebagian besar belum setara dengan apa yang menjadi standar internasional. Pengetahuan ini bukan hanya berbicara mengenai nilai akademis dan penghargaan olimpiade semata, melainkan juga mengenai kecerdasan emosional, Â interpersonal, literasi sehari-hari, dan masih banyak lagi. Hal-hal itu terlihat melalui berbagai interaksi masyarakat di lingungan sekitar kita.Â
Paling mudah contohnya adalah interaksi online oleh para netizen Indonesia.  Netizen dari "negara +62" ini sudah dikenal di seluruh dunia dengan kata-kata kasarnya, kurangnya etika, dan aksi gerombolan yang sering mengguncang dunia digital. Jika dilihat dengan seksama, hal ini justru berbanding terbalik dengan apa yang biasanya turis asing katakan mengenai orang-orang Indonesia ketika mereka berkunjung ke sini.  "Indonesian people are friendly....., I see Indonesia as a wonderful place with very nice people," kata beberapa pengunjung asing.
Namun, kata-kata itu keluar hanya karena adanya pelayanan spesial dari orang Indonesia kepada para turis asing. Bagaimana jadinya kalau tidak pandangan khusus seperti di dunia maya? Masyarakat akan menjadi liar dengan kata-katanya. Berbagai singgungan, ejekan, dan hal buruk yang bisa disampaikan akan pasti tersampaikan dengan blak-blakan. Bahkan Indonesia menjadi urutan 29 dari total 32 negara yang ada dalam survei kesopanan digital global yang dibuat oleh Micorosft pada tahun 2021 yang lalu. Bukanlah suatu hal yang patut dibanggakan.Â
Kita juga melihat bagaimana banyak kelakuan kurang ajar orang Indonesia hari-hari ini yang marak dengan penipuan (Kasus Ibu dan Anak yang pura-pura sakit untuk menggalanag donasi), emosi (Pria yang berhutang menghancurkan rumah pemberi hutang), kekerasan (Kasus Ibu Muda yang membunuh bayi karena 9 bulan belum bisa merangkak), dan masih banyak contoh lainnya.
Tentu saja hal itu tidak berarti bahwa semua orang Indonesia adalah SDM yang rendah. Namun fakta tidak bisa juga dibiarkan lewat begitu saja. Selama masih ada orang-orang yang mau berubah dan merubah bangsa ini, tidak ada yang mustahil. Peran pemerintah tidaklah cukup jika Indonesia benar-benar ingin berkembang menjadi negara maju. Seluruh rakyat Indonesia, mulai dari yang muda sampai tua, harus berkerja sama meningkatkan kualitas SDM ini kita dengan menanamkan nilai-nilai positif, menjauhkan seluruh kebiasaan lama yang buruk, dan yang paling utama, membuka hati untuk perubahan yang baru.
Semoga di tahun 2030 nanti, Indonesia bisa menerima generasi emas yang mampu membawa Indonesia kepada kemakmuran yang seharusnya Ia berhak terima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H