Pada tulisan saya sebelumnya, "Apa Hubungannya Krisis Gandum Dengan Kedaulatan Pangan?", telah dideskripsikan bahwa sorotan mata masyarakat pada perhelatan Rakernas IV Partai demokrasi Indonesia-Perjuangan tertuju kepada kehadiran Joko Widodo sebagai Presiden yang kebetulan berasal dari Pdi-P.
Kabar media massa sepekan terakhir pasca bergabungnya Kaesang Pangarep ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dibaca oleh publik bahwa Jokowi sudah final ingin menanggalkan predikat "petugas partai" yang selama ini juga menjadi sindiran kepada martabat kepresidenannya.
Di tempat lain dalam podcastnya, duo Bung Rocky Gerung dan Pak Hersubeno Arief juga menangkap ekspresi Ketum Pdi-P disulut amarah yang begitu dashyatnya ketika mengetahui ada upaya untuk mengendapkan nilai tawar partai pemenang pemilu di pilpres nanti, yang menurut pasangan duo HARG pressure itu berasal dari istana. "Pak Ganjar kok malah dijadikan cawapres?!", kata Mega.
Sebenarnya, sinyal keretakan itu juga sudah saya tampilkan pada artikel sebelumnya namun hanya tersirat saja dan belum diuraikan secara kacamata awam.
Hari pertama Rakernas IV, Megawati memberi orasi kepartaian dalam tema, "Kedaulatan Pangan untuk Kesejahteraan Rakyat", di situ Mega melakukan negosiasi transaksional secara terang-terangan di depan semua hadirin koalisinya yang ditujukan kepada "Bapak Presiden(?)"--dalam statement Megawati; hal tersebut telah terdeskripsikan dalam artikel saya tempo hari.Â
Untung saja giliran pada kesempatannya berpidato, Jokowi telah tanggap akan pertunjukan etika politik yang sangat tidak elok tadi, lalu melimpahkan image buruknya kepada calon presiden yang diusung Pdi-P, Ganjar Pranowo, "Pak Ganjar, pokoknya setelah dilantik langsung laksanakan (titipan Megawati)". Jokowi memang ingin mengelak dari pesan Mega yang dialamatkan kepada "Bapak Presiden".
Tepat di situ Presiden Joko Widodo telah melepaskan beban moralnya bukan lagi sebagai petugas partai tetapi dalam menjaga martabat kepresidenan serta meninggalkan legacy berkualitas yang kelak akan diingat masyarakat Indonesia.
Di samping itu, bergabungnya Kaesang dan kemudian langsung ditetapkan menjadi Ketua Umum PSI, sudah pasti tidak lepas dari campur tangan beliau. Dalam hal ini, Jokowi pun hendak menunjukkan kepada masyarakat bahwa tidak ada satu partai pun yang dapat melanggar Hak Politik setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi yang bunyinya, "setiap warga negara berhak atas pilihan politik menurut hati nuraninya".
Dari dua kejadian yang berentetan sepekan terakhir, kita sungguh disuguhkan manuver politik kebaikan yang ingin diwariskan di akhir masa jabatan Presiden Jokowi, meskipun mungkin hal tersebut akan meningkatkan kecanggungan antara dirinya dan partai yang telah membesarkannya.