Peluang Pengembangan Implementasi Internet of Things (IoT) di Indonesia, termasuk di Sektor Kelapa Sawit
Pasar Internet of Things (IoT) Indonesia diperkirakan akan mencapai US$30 miliar pada tahun 2022. Dampak sektor ini akan terasa  signifikan untuk mengurangi biaya perawatan kesehatan, meningkatkan produktivitas industri (termasuk industri kelapa sawit), dan mengurangi biaya operasional untuk bisnis.Â
Potensi nyata IoT adalah penerapan teknologi pada sektor-sektor yang berkontribusi 50 persen terhadap perekonomian Indonesia, seperti sektor manufaktur, pertanian, dan sumber daya alam.
Teknologi IoT perlahan diimplementasikan di lebih banyak sub-sektor dalam lanskap manufaktur Indonesia, tentunya juga industri CPO dan KCPO, mengubah rantai pasokan linier tradisional menjadi sistem digital yang saling terhubung yang meningkatkan efisiensi.Â
Pemerintah bertujuan mengubah kemampuan manufaktur negara ke produk yang lebih bernilai tinggi dan kompleks dengan IoT sebagai inti dari transformasi ini. Ini akan menjadi vital jika Indonesia ingin mendorong dirinya menjadi 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030.
Menurut laporan General Electric (GE), sektor manufaktur Indonesia itu sendiri berkinerja 30 hingga 35 persen dengan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap PDB dari 20 persen. menjadi 25 persen pada tahun 2025. kesehatan jarak jauh Integrasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam perawatan kesehatan juga akan mempercepat reformasi sektor ini.
Aplikasi managemen pengelolaan kelapa sawit (on-progress/planning) dapat memantau efektifitas penyaluran dana peremajaan (replanting) yang memerlukan waktu 4-5 tahun sampai sawit dapat berbuah. Â Aplikasi ini akan mendorong petani menerapkan skedul penanaman yang telah diinstrukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Â
IoT pada sawit ini akan berbasis aplikasi sehingga mendorong petani menerapkan disiplin penanaman yang baik dan benar (Good Manufacturing Agriculture).
Aplikasi perawatan kesehatan melihat peningkatan besar dalam pengguna aktif selama pandemi dan dapat mengubah cara rumah sakit dan dokter mengumpulkan, menyimpan, dan berbagi data pasien. Aplikasi perawatan kesehatan yang berbasis di Indonesia, Alodokter, mencatat lebih dari 30 juta aktif pada puncak pandemi di negara ini (satu setengah kali lebih tinggi dari lalu lintas pra-COVID-19).Â
Aplikasi semacam itu telah membantu mengurangi beban klinik dan rumah sakit dan menjadi semakin penting di negara di mana hanya ada 0,4 dokter per 1.000 penduduk dan 300.000 tempat tidur rumah sakit.
Pendidikan daring Merebaknya COVID-19 mempercepat adopsi teknologi pendidikan (edtech) di sektor pendidikan Indonesia. Lebih dari 530.000 sekolah terpaksa ditutup, berdampak pada lebih dari 68 juta siswa dari tingkat pra-sekolah dasar hingga perguruan tinggi.Â