ASEAN adalah sebuah kawasan yang terdiri dari sepuluh negara dengan potensi ekonomi yang besar. Dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan integrasi regional, ASEAN telah meluncurkan beberapa inisiatif yang meliputi ASEAN Economic Community (AEC) dan Rencana Strategis ASEAN 2025. Meskipun demikian, masih terdapat hambatan dan tantangan yang perlu di atas dalam mencapai integrasi ekonomi yang lebih erat di kawasan ini. Salah satu faktor kunci dalam mencapai hal tersebut adalah konektivitas sistem pembayaran ASEAN.
Konektivitas sistem pembayaran ASEAN dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan transaksi keuangan secara mudah, cepat dan terjangkau antara negara di kawasan ASEAN. Dalam konteks ini, sistem pembayaran ASEAN sangat penting dalam meningkatkan integrasi ekonomi di kawasan ini karena dapat mengurangi biaya transaksi dan mempercepat arus perdagangan di antara negara ASEAN.
Salah satu contoh nyata dari upaya meningkatkan konektivitas sistem pembayaran ASEAN adalah melalui penguatan konektivitas pembayaran regional (Regional Payment Connectivity) dan transaksi mata uang lokal masing-masing negara (Local Currency Transaction) antara Indonesia dengan negara lain di kawasan, seperti Malaysia dan Thailand. Di luar dari negara ASEAN ada juga Jepang, Tiongkok, Singapura dan Korea Selatan yang saat ini dalam tahap kerangka kerja sama.Â
Hal ini memungkinkan para pelaku di negara tersebut melakukan transaksi perdagangan menggunakan mata uang lokal, seperti Rupiah, Baht, Ringgit tanpa harus menukarkan mata uang ke mata uang yang diterima di negara tujuan. Dalam hal ini, tentunya memperkuat konektivitas sistem pembayaran ASEAN dengan memudahkan dan mempercepat proses transaksi antar negara tersebut.Â
Pihak regulator di masing-masing negara ASEAN, khususnya Indonesia, Malaysia dan Thailand di tahun 2020 yang lalu pun menandatangani MoU tentang pengembangan payment system berbasis teknologi yang terdesentralisasi atau Decentralized Ledger Technology. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan, efisiensi dan aksesibilitas sistem pembayaran di kawasan ASEAN.
Dalam upaya memperkuat konektivitas sistem pembayaran ASEAN, Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia berperan penting dalam mendukung pengembangan sistem pembayaran regional yang terintegrasi. Bank Indonesia telah aktif bekerjasama dengan bank sentral negara ASEAN lainnya untuk mengembangkan infrastruktur pembayaran yang saling terhubung.
Salah satu contohnya adalah dengan memperluas jaringan layanan penyelesaian transaksi pembayaran lintas negara melalui Regional Payment Connectivity (RPC) di mana merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya penyelesaian transaksi antar negara ASEAN secara langsung dan menggunakan mata uang lokal sehingga dapat memperkuat penggunaan mata uang lokal dan mempercepat proses transaksi perdagangan.Â
bank Indonesia turut memperkuat sistem pembayaran domestik melalui implementasi SKN (Sistem Kliring Nasional) yang memungkinkan penyelesaian transaksi pembayaran dalam waktu lebih cepat dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.Â
Selain itu, BI juga telah mengembangkan sistem pembayaran digital yang lebih modern dan inovatif seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di mana memungkinkan pembayaran non tunai yang lebih mudah dan aman sehingga dapat meningkatkan penetrasi penggunaan pembayaran non tunai. Dengan adanya dukungan dalam pengembangan konektivitas sistem pembayaran diharapkan dapat tercipta lingkungan perdagangan regional yang lebih terintegrasi dan berdaya saing sehingga dapat memperkuat ekonomi secara keseluruhan.
Namun tentunya masih terdapat banyak hambatan dan tantangan yang perlu diatasi dalam mencapai konektivitas sistem pembayaran ASEAN yang efektif. Salah satu masalah utama adalah perbedaan infrastruktur teknologi dan peraturan antara negara di kawasan. Hal ini membuat transaksi keuangan antar negara menjadi lebih sulit dan mahal. Kurangnya harmonisasi antara sistem pembayaran di setiap negara juga dapat menjadi penghambat dalam membangun konektivitas sistem pembayaran ASEAN yang efektif.
Untuk mengatasi hambatan  tersebut, langkah konkret perlu diambil. Pertama, harmonisasi peraturan dan standar antar negara ASEAN perlu ditingkatkan, seperti praktik yang sudah berhasil antara Indonesia, Malaysia dan Thailand. Hal ini dapat membantu mengurangi hambatan regulasi dalam melakukan transaksi keuangan di antara negara ASEAN. Koordinasi antar tiga negara tersebut dapat diduplikasi ke negara kawasan ASEAN lainnya. Kedua, infrastruktur teknologi perlu ditingkatkan terutama di negara yang masih memiliki infrastruktur yang terbatas. Upaya ini dapat dilakukan melalui investasi dalam infrastruktur teknologi dan peningkatan kerja sama antara negara ASEAN.