Tolstoy mejalani hidup dengan penuh pertanyaan,kebingungan dan pencarian hingga ia menjadi seorang pengajar dan penulis untuk tujuan mencapai ketenaran.
Pada masa itu ia hidup berpindah-pindah, menemui para petani miskin, mengajar budak-budak, dan kemudian memulai ketersesatan dalam pikiran dan hidupnya dalam pencariannya tak jarang ia justru menemukan jawaban yang semakin membingungkan hingga membawanya pada keinginan untuk bunuh diri. Namun perlahan-perlahan ia mulai menemukan jawaban atas pertanyaa-pertanyaannya.
" Dalam cara apapun kuajukan pertanyaan, relasi itu muncul dalam jawaban. Bagaimana aku hidup? Menurut hukum Tuhan. Apa hasil nyata yang akan terjadi dalam hidupku? Siksaan abadi atau kebahagiaan abadi. Apa makna milik kehidupan yang tak dihancurkan kematian? Bersatu dengan Tuhan yang abadi: surga."
"Jadi selain pengetahuan rasional, yang bagiku tampaknya merupakan satu-satunya pengetahuan, tak bisa dielakkan aku sampai pada pengakuan bahwa seluruh umat manusia yang hidup memiliki pengetahuan irasional- iman yang memungkinkan untuk hidup."
"Iman telah memberikan makna pada kehidupan dan membuat hidup mungkin."
"Iman adalah kekuatan hidup. Jika seorang manusia hidup, ia percaya pada sesuatu. Jika ia tak percaya bahwa orang harus hidup untuk sesuatu, ia tak kan hidup. Jika ia tak melihat dan tak mengakui sifat menyesatkan dari yang terbatas itu, ia percaya pada yang terbatas itu. Jika ia memahami sifat menyesatkan dari yang terbatas itu,ia harus percaya pada yang tak terbatas. Tanpa iman, ia tak bisa hidup."
Seperti satu paradoks yang berkutat dalam pemikirannya sendiri ia justru kembali kepada akar keberimanan nya di dalam tradisi gereja Ortodoks
"aku kembali pada kepercayaan kepada Tuhan pada kesempurnaan moral dan pada tradisi yang membawa makna kehidupan" tentu tolstoy kembali bukan sebagai dirinya yang lama yang belum mengalami krisis ia bak terlahir sebagai dirinya yang baru yang merumuskan versinya sendiri tentang filosofi Kristen yang memiliki pesan yang sangat kuat berpusat pada Kristus pada cinta dan pada belas kasih kepada semua orang seperti Iman Ortodoks pada akhir perjalanannya yang ia mengungkapkan
"aku berhenti ragu dan menjadi yakin sepenuhnya bahwa tak semua benar dalam agama yang kuat nut dulu aku Khan bahwa itu semua salah tapi aku tak bisa bilang begitu sekarang semua orang punya pengetahuan tertentu tentang kebenaran karena jika sebaliknya mereka tak mungkin hidup lebih-lebih pengetahuan itu terjangkau olehku karena aku telah merasakannya dan telah hidup dengannya"
Penulisan A Confession ini memang terinspirasi dari kisah perjalan hidup Tolstoy sendiri ketika ia menghadapi krisis moral pasca terlibat dalam perang krimea antara Rusia melawan sekutu yang terdiri dari kerajaan Perancis Britania Raya serta Kesultanan utsmaniyah.