"Asfa, kamu ditunggu Nurul nanti sepulang ekskul di depan, katanya penting." Seli berbisik manja di telingaku, aku balas dengan anggukan.
Usai ekskul aku segera mendekati Nurul yang sedang memainkan karet gelang di tangannya. "Ada perlu apa Rul? Ada yang bisa aku bantu?"
"Ada yang bilang padaku kamu ngata-ngatain aku."
"Ngatain gimana? Siapa yang bilang? Kapan?"
"Tidak perlu kusebut namanya, aku ingin kamu jujur, benar apa tidak, aku tidak ingin bertengkar."
"Ya, aku juga tidak tertarik untuk berselisih, itu buang-buang waktu saja. Mau kamu apa? Menanyakan itu saja? Tapi tidak mau memberitahu siapa yang bilang."
Aku gebrak bangku yang menahan pantatku dan pantatnya, dan telunjukku mulai mengarah ke langit. "Aku tidak mau bersumpah, tapi aku berkata dengan sebenar-benarnya, siapa yang memfitnahku akan tahu akibatnya."
"Ya sudah, aku cuma tanya, kalau enggak ya sudah, jangan marah."
Sial, sungguh sial, apa maksudnya coba, bikin kesal, aku hanya ingat nasihat kakek.
***
Yang aku tahu kala itu hari selalu cerah dan harus ceria. Mungkin kepekaanku minus atau Tuhan melindungiku, entahlah.