Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sketsa ke 4, Puisi Anarki yang Tertinggal, Bagaikan Seteko Kopi Begawan Kenthir yang Nikmat

24 Agustus 2021   16:12 Diperbarui: 24 Agustus 2021   18:10 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sketsa Rasa Tanpa Tanda Baca

Tidak. Kau taktahu bagaimana sakitnya koma
dan pedihnya titik.

Betapa sakit menanti hati
dan betapa pedih akhir tak sudah.
Koma, titik, pedih.

Aku tahu. Ya, kutahu betapa pedihnya
Titik tanpa tanda petik.
Tak perlu lagi koma untuk menegaskan
tanda tanya.
Tak ada tanda seru untuk memastilan
sebuah kata.
Cukup jelas dengan titik.

Ah, sebegitu dangkal makna titik yang kau jejal
Sedangkan rasa ini
sudah cukup jauh kau buat mual.
Selalu salahkah tanda seru dan
koma yang aku pintal.

Rasa? Bagaimana kau bisa mengarsir
segaris rasa tanpa titik.
Seperti sepenggal bait-bait sufi
yang berujung koma.
Hingga jejak asa pun terkurung tanya.

Entahlah, aku mungkin masygul.
Apa jadinya mengejakata demi kata
bila tanpa tanda baca.
Tiada titik koma petik
tanya dan seru.
Tidakkah jadi kacau berujung
salah paham seper
ti antara
kau dan aku kini.

Puisi kolaborasi ini semoga selalu membawa warna segar dalam dunia berpuisi seperti halnya minum kopi.

Ada yang mau bergabung?

Ruang Puisi Bersama, 24 Agustus 2021

_____________

Sketsa 4 kolaborasi Engkong eFTe, Swarna, Arif RS, Zaldy Chan, Katedrarajawen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun