Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sketsa ke 4, Puisi Anarki yang Tertinggal, Bagaikan Seteko Kopi Begawan Kenthir yang Nikmat

24 Agustus 2021   16:12 Diperbarui: 24 Agustus 2021   18:10 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sketsa 4.

"Tidak. Kau taktahu sakitnya koma, dan pedihnya titik. Sakitnya menanti hati, pedihnya akhir tak sudah. Koma, titik."
Hahaha

Menyoal tanda baca yang selalu menghiasi bait puisi sejagad raya, bahkan judul sebuah film nasional. Dua tanda ini memang sangat penting. Begitu bukan?

Setelah itu dengan bergurau, bait Engkong disambung oleh Swarna, dia ngasal saja

Pedihnya titik tanpa tanda petik
Tak perlu lagi koma untuk menegaskan tanda tanya
Tak ada tanda seru untuk memastilan sebuah kata
Cukup jelas dengan titik

Bait ini membuat keisengan teman lain untuk saling berbagi tawa agar pagi tetap ceria. Seperti mas Warkasa yang menambahkan tanda titik-titik juga Mbak Widz yang memberi ruang dan catatan bagi teman lain yang mau nyawer.

Berikutnya Mas Arif pak guru penyuka kata puitis, Maz Zaldy pakar tunggu, dan Pak Kate sebagai raja Fiksiana juga menyumbangkan bait-baitnya tanpa omong kosong

Sebegitu dangkal makna titik yang kau jejal
Sedangkan rasa ini, sudah cukup jauh kau buat mual
Selalu salahkah tanda seru dan koma yang aku pintal? (
mas Arif)

Bagaimana bisa mengarsir segaris rasa tanpa titik? Seperti sepenggal bait-bait sufi yang berujung koma. Hingga jejak asa pun terkurung tanya. (maz Zaldy)

Apa jadinya menulis kata demi kata bila tanpa tanda baca tiada titik tiada koma tiada petik  apalagi tanda tanya dan seru beginikah hidup bila bila tiada aturan kacau dan membingungkan akan banyak kesalahpahaman  terjadi sebagai contoh paling tidak pada kata kata yang terbaca ini (Pak Kate)

Puisi anarki perbait yang keluar dari masing-masing pribadi yang berbeda membawa ending yang penuh makna dari Pak Kate. Bagaikan asam di gunung garam di laut, bertemu dalam grup WA. Bagaikan gula dan kopi bersatu dalam teko Begawan Kenthir yang nikmat.

Dan goresan penyelarasan dihadirkan oleh Engkong eFTe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun