"Kamu sungguh-sungguh mau pergi, Mas?" tanya Lintang untuk meyakinkan dirinya sendiri. Lintang tahu kalau sebenarnya Purnomo juga merasa berat dengan perpisahan ini.
"Tang, dari awal kan kita juga sudah tahu apa yang akan kita hadapi. Apalagi pada hubungan kita yang akan menyakitkan kita berdua kalau dilanjutkan."
"Tega sekali!"
"Lalu aku harus bagaimana, Tang? Aku sudah punya tunangan di Surabaya. Bukannya kamu juga sudah tahu hal itu saat pertama kali kita berkenalan."
"Aku hanya ingin kamu tidak pergi dari Jogja, Mas."
"Tapi seharusnya kita juga sudah tahu, apa artinya kalau kita tetap melanjutkan hubungan ini?"
Lintang memandang laki-laki di hadapannya. Purnomo tampak sangat bingung. "Artinya bagaimana, Mas?"
"Apa aku harus menjelaskan satu persatu hal yang sesungguhnya sudah kamu ketahui?"
Tak disangka Purnomo berkata sampai meneteskan air mata. Lintang tidak tega memandang wajah lelaki itu. Cepat-cepat ia memalingkan wajah ke arah laut selatan, memandang ombak Pantai Parangkusumo yang berkejaran di bawah langit malam.
"Kalau Mas Pur memang sungguh mencintaiku, ayolah kita menikah saja!""
"Lalu bagaimana dengan tunanganku, Tang? Apa harus kutinggalkan, lalu menikah denganmu?"