Mohon tunggu...
Beni Ahmad Saebani
Beni Ahmad Saebani Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Beni Ahmad Saebani, dosen Sosiologi Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung, jabatan Lektor Kepala, Penulis, aktif menulis di berbagai media, buku yg terbit sudah 50 judul, hobi olah raga, content creator dan youtuber

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jati Diri Manusia dalam Kehidupan

19 Desember 2024   11:40 Diperbarui: 19 Desember 2024   11:58 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog

Manusia, dalam kirata Sunda "Mana nu Sia" pemaknaan ini disebabkan oleh manusia yang cenderung egois dan ingin menang sendiri, semua orang ingin dikuasainya. Manusia makhluk misteri sekaligus paling eksentrik, karena Tuhan menganugrahkan akal untuk berpikir, akan tetapi, tidak semua manusia menggunakan akalnya, sehingga banyak yang dikendalikan oleh hawa nafsunya, berteman dengan setan dan menikmati gemerlap dunia tanpa ada kesadaran bahwa sesungguhnya hidup di dunia hanyalah sementara, tidak abadi dan akan berakhir dengan dunia lain yang abadi.

Jati Diri Manusia

Manusia adalah bagian dari alam materiil yang memiliki daya kekuatan imateriil atau metafisik. Jasad manusia ditiupkan ruh oleh Tuhan sehingga kekuatan jasmaninya bergantung kepada ruhani. Ruhani manusia adalah jiwa yang menggerakkan semua niat dan dinamika jasmaniahnya. Manusia bukan hanya bertubuh tetapi juga memiliki tubuh, sehingga manusia senang mengurus tubuhnya, manusia berpandangan tubuh amat penting untuk kelanjutan hidupnya, sehingga terkadang terjebak oleh sikap materialitas fisik semata, padahal di dalam tubuhnya tersimpan ruh yang lebih menentukan kehidupannya. 

Apabila manusia memiliki kesadaran bahwa ruhaninya juga harus diisi dan dibersihkan supaya menjadi jati diri yang sejati pada saat ruh diambil kembali oleh sang Pencipta. Menyucikan tubuh dengan mandi, dengan amalan agama, misalnya berwudhu dan mandi besar, akan tetapi menyucikan ruh, jiwa, hati nurani, dan sanubari bukan dengan air, melainkan dengan doa, dengan taubat, dengan zikir, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan demikian, secara filosofis manusia harus mengenal jati dirinya, yakni kebutuhan jasmani dan ruhaninya dan memahami cara menyucikannya. Karena itu, hakikat jati diri manusia adalah suci atau fitrah jasadi dan ruhani. 

Jati diri manusia berada pada cara berpikirnya, cara bertingkah laku, dan cara menggunakan landasan perilakunya. Jati diri ini ditunjukkan oleh pedoman hidup dari Tuhan, yakni agama yang memberikan petunjuk kebaikan dan keburukan, manusia harus pandai menentukan pilihan nilai untuk menjadi rujukan bertindak. Titik tolak perilaku manusia adalah sistem nilai yang diambil dari agama, norma sosial, kaidah kehidupan, dan hukum dalam suatu negara. Jati diri manusia ditemukan dengan memahami dan menyadari bahwa manusia tidak memiliki kebebasan bertindak dikarenakan sudah ada batasan dan pedoman kehidupan yang akan membawa kepada kebaikan jasmani dan ruhaninya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun