Mohon tunggu...
Beni Gonzales
Beni Gonzales Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

....

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Praktek Perjanjian Penanggungan Sebagai Bentuk Hukum Jaminan dan Hambatan Yang Muncul di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

24 Januari 2025   12:58 Diperbarui: 24 Januari 2025   12:58 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penanggungan utang tidak dipersangkakan, tetapi harus diadakan dengan pernyataan yang tegas: tidaklah diperbolehkan memperluas penanggungan hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya (Pasal 1824 KUHPerdata). Ketentuan pasal ini (harus diadakan dengan pernyataan tegas) tidaklah mengandung arti bahwa penanggungan harus diadakan secara tertulis. Ia boleh diadakan secara lisan, yaitu menjadi beban bagi kreditur untuk membuktikan sampai dimana kesanggupan si penanggung. Kewajiban si pananggung tidak boleh diperluas hingga melebihi apa yang menjadi kesanggupannya. Penanggungan yang tidak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya, bahkan terhitung biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap si berutang utama, dan terhutang pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si pananggung diperingatkan tentang itu (Pasal 1825 KUH Perdata).

Berdasarkan perjanjian penanggungan beralih kepada ahli waris borg dan kalau ahli waris borg ada lebih dari satu, kewajiban tersebut beralih kepada para ahli waris masing-masing sebesar hak bagian mereka dalam pewarisan (Pasal 1100 KUH Perdata: sudah tentu kalau ahli waris menerima tersebut). Dengan demikian, sekalipun borg meninggal, jaminan pribadi borg tetap ada, sekarang hak tersebut hanya dapat ditujukan kepada para ahli waris borg. Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus mengajukan orang yang mempunyai kecakapan menurut hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan berdiam di wilayah Indonesia (Pasal 1827). Syarat-syarat yang ditetapkan untuk seorang penanggung yang harus diajukan oleh debitur itu adalah wajar karena kalau tidak demikian, ada kemungkinan bahwa penanggungan itu tidak ada artinya.

Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-parikatan lainnya (Pasal 1845 KUH Perdata). Namun, di dalamnya tidak disebutkan secara rinci apa saja yang menjadi dasar hapusnya penanggungan. Adapun cara-cara berakhirnya perikatanperikatan itu diatur dalam bab keempat dari Buku III Kitab UndangUndang Hukum Perdata (Pasal 1381 dan selanjutnya). Yang menarik ialah, bahwa yang diatur dalam Pasal 1845 KUH Perdata ternyata adalah tentang hapusnya perikatan penanggungan. Jadi, meskipun judulnya tentang hapusnya penanggungan utang yang berarti hapusnya "perjanjian penanggungan" tetapi sebenarnya yang dimaksud bukan perjanjiannya itu sendiri, tetapi "perikatan" yang lahir dari perjanjian penanggungan. Pada penanggungan kredit (credietborgtocht) ada kemungkinan, bahwa hutang pertama untuk pertama kali diberikan pananggungan sudah hapus, tetapi perjanjian induknya (perjanjian kreditnya) masih tetap melahirkan perikatan-perikatan baru. Sebab-sebab umum hapusnya perikatan antara lain pembayaran, novasi, kompensasi, pencampuran utang, dan penglepasan. Pada umumnya dengan hapusnya perikatan pokok, berdasarkan sifat accessoirnya perjanjian penanggungan juga hapus, kecuali apa yang disebutkan dalam Pasal 1821 ayat (2) KUH Perdata, yang merupakan suatu pengecualian. Penanggungan bisa tetap berjalan, sekalipun perikatan pokoknya, atas tuntutan debitur utama berdasarkan ketidakcakapan bertindak dibatalkan. Hal itu dilandasi pemikiran bahwa penanggungan di sini justru diadakan untuk mengatasi kemungkinan pembatalan seperti itu. Pencampuran yang terjadi di antara pribadinya si berutang-utama dan pribadinya si penanggung utang, sekali-kali tidak mematikan tuntutan hukum si berpiutang terhadap orang yang telah mengajukan diri sebagai penanggungnya si penanggung (Pasal 1846 KUH Perdata). Dengan pencampuran yang disebutkan itu hapuslah perikatan antara si berutangutama dan si penanggung karena hak dan kewajiban kedua pihak berkumpul dalam satu tangan (misalnya si berutang menjadi waris tunggal dari si penanggung), tetapi kejadian itu tidak mempengaruhi kedudukan seorang subpenanggung: ia tetap dapat dituntut oleh kreditur untuk membayar utangnya debitur.

Pemberian kredit adalah salah satu bentuk pinjaman uang, dalam suatu perjanjian pinjaman uang sering dipersyaratkan adanya jaminan utang yang dapat terdiri dari berbagai bentuk dan jenisnya. Penjaminan utang dalam hukum positif di Indonesia terdapat berbagai peraturan perundangan-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan jaminan utang yang sering disebut dengan sebutan hukum jaminan. Ketentuanketentuan hukum jaminan yang berlaku memberikan pengaturan yang akan melindungi pihak-pihak yang berkepentingan dengan pinjaman uang dan jaminan utang tersebut.

Sehubungan dengan kegiatan pemberian kredit perbankan, mengenai jaminan utang disebut dengan sebutan jaminan kredit atau agunan. Jaminan kredit umumnya dipersyaratan dalam pemberian kredit, mengingat penyaluran kredit merupakan kegiatan yang beresiko tinggi dalam dunia perbankan. Dengan demikian, jaminan kredit mempunyai peranan penting bagi pengamanan pengembalian dana bank yang telah disalurkan kepada pihak peminjam melalui pemberian kredit.

Beberapa hal yang diperhatikan oleh pihak bank selaku kreditur sehubungan dengan diterimanya Borgtocht sebagai agunan tambahan, baik berupa coorporate guarantee maupun personal guarantee adalah:

  • Pelepasan hak istimewa penanggung sesuai Pasal 1832 KUHPerdata;
  • Penilaian terhadap kredibilitas dan kemampuan keuangan dari penanggung. Penanggung (borgth) dalam hal ini tidak harus merupakan nasabah dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), karena dalam dalam pemberian Jaminan Penanggungan yang terpenting adalah Penanggung (borgth) memiliki kredibilitas, kemampuan keuangan dan reputasi yang baik;
  • Pertimbangan yang perlu dilakukan oleh Pejabat Pemrakarsa dan Pejabat Pemutus dalam menilai kemapuan keuangan dari Penanggung

Dengan adanya jaminan penanggungan (borgtocht) baik berupa coorporate guarantee maupun personal guarantee mampu menjadi kontrol kelangsungan usaha debitur. Sekalipun dalam kenyataannya penanggung bersedia menjaminkan harta kekayaannya untuk kepentingan pihak lain yang menjadi debitur, namun penanggung tidak mau sia-sia apabila harta kekayaannya hanya untuk usaha yang tidak layak/tidak sehat. Untuk itulah dengan masuknya penanggung yang hanya sebagai agunan tambahan namun mampu sebagai alat bantu kreditur daalam memonitor kelangsungan usaha debitur. 

Perjanjian Penanggungan (borgtocht) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk selama ini dibuat dalam akta otentik/notariil. Bentuk Akta Penjaminan atau Akta Borgtocht dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta otentik karena undang-undang tidak mensyaratkan atau menentukan secara formal mengenai bentuk akta borgtocht tersebut. Namun akta borgtocht selalu dibuat dengan akta Notaris karena lebih menjamin kebenaran dan kelengkapan isi akta borgtocht tersebut dan dapat menjamin kekuatan pembuktian sebagai akta otentik. Dengan akta otentik Bank tidak perlu merumuskan sendiri akta borgtocht tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada Notaris yang memang telah biasa dan mengetahui dalam membuat akta borgtocht.

Sebagai suatu perjanjian penjaminan, perjanjian penangungan (borgtocht) akan membawa akibat-akibat hukum sebagai berikut:

  • Akibat hukum antara Penjamin dengan Kreditur, Perjanjian Penjaminan adalah perjanjian antara seorang Penjamin dengan Kreditur yang menjamin pembayaran kembali hutang debitur manakala debitur sendiri tidak memenuhinya (cidera janji). Penjamin adalah pihak ketiga yang mengikatkan diri kepada kreditur untuk menjamin pembayaran kembali hutang debitur. Seorang penjamin yang telah mengikatkan diri sebagai penjamin membawa akibat hukum bagi Penjamin untuk melunasi hutang debitur (si berutang utama) manakala debitur cidera janji. Namun kewajiban Penjamin untuk melunasi hutang debitur tersebut baru dilakukan setelah Kreditur mengeksekusi harta kekayaan milik debitur yang hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya. Selama Kreditur belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitur, Penjamin tidak memiliki kewajiban membayar hutang debitur yang dijaminnya. Jadi meskipun Penjamin telah mengikatkan diri sebagai penjamin tidak serta merta memiliki kewajiban untuk membayar hutang debitur. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab penjamin hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan harta kekayaan debitur tidak mencukupi atau sama sekali debitur tidak memiliki harta benda yang dapat dijual. Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang menegaskan bahwa si penjamin tidaklah diwajibkan membayar kepada Kreditur, selainnya jika si debitur lalai, sedangkan harta benda si debitur ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya. Dari ketentuan Pasal 1831 KUHPerdata nampak bahwa adanya Penjaminan ini kurang memiliki arti yang dapat memperkuat kedudukan seorang Kreditur karena Penjamin baru bertanggung jawab untuk membayar hutang debitur jika harta benda debitur sudah dijual dan hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya. Penjamin yang meminta kepada Kreditur supaya mengeksekusi harta kekayaan debitur terlebih dahulu, diwajibkan untuk menunjukkan harta kekayaan debitur dan mengeluarkan biaya untuk keperluan penyitaan dan pelelangan. Penjamin tidak diperbolehkan menunjukkan harta benda debitur yang menjadi sengketa di pengadilan, atau telah menjadi jaminan dengan dibebani hak tanggungan atau fiducia atau benda milik debitur yang berada di luar wilayah Indonesia. Permintaan Penjamin supaya Kreditur melakukan sita dan lelang harta kekayaan debitur terlebih dahulu, harus dilakukan pertama kali pada waktu menjawab gugatan dari Kreditur di pengadilan (1833 dan 1834 KUHPerdata). Namun Pasal 1832 KUHPerdata memberikan pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1831 KUHPerdata sehingga memberikan peluang kepada kreditur untuk dapat menuntut langsung kepada seorang Penjamin untuk melunasi hutang seluruhnya tanpa harus menjual harta benda debitur terlebih dahulu, dalam hal penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukan lelang-sita lebih dahulu atas harta benda debitur. Bagi penjamin yang telah melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan secara tegas dalam akta penjaminan (akta borgtocht) maka kreditur dapat melakukan sitalelang harta kekayaan Penjamin tanpa harus menunggu sita-lelang harta kekayaan debitur terlebih dahulu.
  • Akibat hukum antara Penjamin dan Debitur, Seorang Penjamin yang telah membayar (hutang debitur) kepada kreditur mempunyai kewajiban dan hak kepada debitur, yaitu: Kewajiban Penjamin: Penjamin mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada debitur bahwa penjamin telah melakukan pembayaran hutang debitur dengan merinci jumlah-jumlah hutang yang dibayarkan. Pemberitahuan penjamin kepada debitur ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan debitur telah membayar atau debitur sedang menuntut pembatalan perjanjian hutang. Kalau debitur sudah membayar hutangnya kepada Kreditur atau debitur sedang melakukan tuntutan pembatalan perjanjian hutang, kemudian tanpa sepengetahuan debitur Penjamin membayar kepada Kreditur, akan membawa akibat hukum bahwa Penjamin tidak dapat menuntut pembayaran kembali kepada debitur.

Undang-undang memberikan dua hak kepada Penjamin yang telah membayar hutang debitur yaitu:

  • Hak untuk menuntut kembali kepada debitur agar debitur membayar kembali apa yang sudah dibayarkan Penjamin kepada Kreditur sebesar jumlah yang dibayarkan kepada Krediturnya atau besarnya tuntutan kembali penjamin kepada debitur disesuaikan jumlah pemberitahuan Penjamin kepada debitur yang tentunya meliputi hutang pokok, bunga, denda dan biaya lainnya atau jumlah yang besarnya sesuai perjanjian Penjaminan. Hak untuk menuntut kembali diberikan oleh Pasal 1839 KUHPerdata. Hak menuntut kembali kepada debitur disebut hak regres yang timbul karena diberikan oleh undang-undang.
  • Hak Penjamin menggantikan demi hukum semua hak-hak si Kreditur kepada debitur (Pasal 1840 KUHPerdata). Penggantian kedudukan seorang Kreditur ini dalam hukum perjanjian disebut "SUBROGASI " (Pasal 1402 ayat (3) KUHPerdata). Dengan terjadinya subrogasi ini secara hukum semua perjanjian yang semula dibuat antara Kreditur lama dan debitur, yakni perjanjian kredit dan perjanjian ikutannya yaitu perjanjian jaminan (seperti hak tanggungan/hipotik, gadai atau fiducia jika ada) berlaku dan mengikat bagi Penjamin sebagai Kreditur baru dan debitur. Penjamin sebagai Kreditur baru harus meminta kepada Kreditur lama semua dokumen-dokumen seperti perjanjian kredit, pengikatan jaminan dan sebagainya.

Mengingat kedudukannya yang bukan sebagai kreditur preferen, maka pihak bank dalam menentukan seseorang bisa dijadikan penanggung bagi debiturnya dapat melakukan upaya-upaya antara lain:

  • Bank selaku kreditur benar-benar memperhatikan karakter dari penanggung termasuk reputasi dalam menanggung utang para debitur yang dijamin. Biasanya pihak bank selain mempunyai penilaian terhadap kondisi finansial maupun reputasi para penanggung, biasanya adalah penilaian lain seperti, pihak penanggung tersebut merupakan bagian dari pihak manajemen yang mengelola usaha. Contoh: Personal Guarantee-nya adalah Komisaris Utama dari Perseroan Terbatas yang menjadi debitur.
  • Untuk menghindari kesulitan dikemudian hari dengan adanya hak istimewa dari penanggung tersebut akan ditempuh langkah-langkah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun