Ketika nyawa dihargai
tak lebih mahal dari tambang pasir
maka ia rindu akan darah
sebagai pelepas dahaga hausnya
maka ia menggiring para pembunuh itu
ke dalam bilik penjara
sang iblis itu selalu saja menggoda
dan membutakan hati nurani sahabatnya
ketika uang panas hasil tambang mengalir
dengan uap hitam mengepul dari tubuhnya
ia menjadi teluh dan tenung
yang melumpuhkan kewaspadaan
ia menjadi penyumbat telinga
dan merantai tangan-tangan penguasa
dan terabaikanlah suara-suara hati
mereka yang butuh pertolongan
Salim Kancil, seorang hamba lingkungan
di desa Selok Awar Awar Pasirian Lumajang
nyawanya selembar melayang
demi mencegah kesewenang-wenangan
tubuhnya sebatang terbunuh
karena kesadarannya pada lingkungan
darahnya yang tertumpah ke tanah
membangkitkan kebenaran yang terpendam
haruskah darah demi darah tertumpah
guna membuka kepedulianmu?
haruskah ada nyawa yang dikorbankan
guna membuta mata hatimu?
engkau yang punya kuasa atas negri
mampu mencegah ilblis-iblis itu tampil berkuasa
di tanganmu Salim Kancil Salim Kancil yang lain
dapat terselamatkan dan terlindungi!
Btm,2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H