Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY Angkat Bicara, Ingin Ketemu Jokowi?

1 Februari 2017   20:32 Diperbarui: 1 Februari 2017   21:13 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://nasional.kompas.com

Mantan Presiden RI ke-6 dan sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akhirnya angkat bicara. SBY mengutarakan keinginannya bertemu Presiden Jokowi, ingin mengklarifikasi banyak hal tentang tudingan yang terarah padanya, dan mungkin juga membicarakan tentang kasus Sylviana Murni yang kini tengah ditangani Polisi. Ini sinyal positif yang akan meredakan ketegangan dan kecurigaan yang berkembang sebagai persepsi di masyarakat umumnya, dan tentunya menjawab tanda tanya yang membingungkan bagi orang-orang penting di sekitar Jokowi.

“Sayang sekali saya belum punya kesempatan bertemu bapak Presiden kita, bapak Jokowi. Kalau saya bisa bertemu dengan beliau, niat saya, saya mau ngomong blak-blakan. Siapa yang melaporkan kepada beliau, siapa yang beri informasi intelijen kepada beliau yang menuduh saya mendanai aksi-aksi damai 411, menunggangi aksi itu, urusan pemboman, hingga urusan makar,” ujar SBY, Rabu (1/2). Atas semua tuduhan itu SBY merasa difitnah, beliau merasa pemerintah mendapatkan informasi yang keliru. “Saya ingin melakukan klarifikasi secara baik, dengan tujuan dan niat yang baik, agar tidak menyimpan praduga atau saling curiga,” lanjutnya. SBY juga menduga ada dua atau tiga orang di lingkaran Jokowi yang melarangnya bertemu.

Sedikit mengejutkan, SBY mulai angkat bicara setelah namanya disebut dalam persidangan dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok. Dalam persidangan itu SBY dikaitkan dengan permintaan fatwa MUI soal penodaan agama, adanya telepon dari SBY kepada Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin. Kenapa SBY tiba-tiba merasa gerah di tengah-tengah meningkatnya suhu politik menjelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017?

Jiwa kenegarawan SBY banyak disorot, kecurigaan bahwa SBY memanfaatkan situasi panas yang dimainkan oleh Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) untuk meraih panggung Pileg 2019. Banyak yang menyayangkan kenapa SBY bermain dengan bola api kelompok radikal yang secara terang benderang dapat membahayakan keutuhan NKRI.  

SBY disorot karena dia mantan Presiden yang seharusnya tahu betul dalam dan luas jaringan radikal itu, mereka tengah mencari-cari celah untuk melumpuhkan NKRI dengan tusukan langsung ke jantung kekuasaan. Kelompok radikal itu secara cerdik bermain, seakan berlindung di balik SBY guna menghindari tekanan keras pemerintah.  Seharusnya SBY juga menyatakan secara tegas bahwa pihaknya mendukung tindakan pemerintah Jokowi-JK menangkal berkembangnya radikalisme di Indonesia.

Secara khusus SBY menyorot soal laporan intelijen yang diterima Presiden Jokowi. Sebagai mantan orang nomor satu di repubik ini SBY tahu banyak bagaimana mesin kekuasaan bekerja di tangan Presiden. Laporan intelijen adalah mata dan telinga Presiden yang berada di mana-mana, melaluinya setiap perkembangan dapat dimonitor oleh Presiden Jokowi. Apakah betul tudingan SBY bahwa ada laporan intelijen yang sesat yang diterima oleh Jokowi? Ini tudingan  serius bagi lembaga-lembaga Intelijen di Indonesia, khususnya bagi Badan Intelijen Nasional (BIN). Ada beberapa lembaga intelijen di Indonesia, lembaga intelijen yang mana yang disangka SBY memberikan informasi sesat kepada Presiden Jokowi?  

Kalau yang menuding itu seperti sekelas pengamat mungkin bisa diabaikan atau bisa dianggap sebagai angin lalu. Namun yang berbicara adalah SBY, mantan Presiden RI selama dua periode.  Ada masalah apa antara SBY dengan BIN? Sebagai mantan Presiden, SBY tahu persis bahwa yang pertama kali dibenahi oleh Jokowi diawal menjabat Presiden RI adalah membenahi BIN.  Kenapa SBY getol menuding BIN? Bisa jadi ini adalah efek dari faksi-faksi yang (pernah) ada di dalam tubuh TNI parca Reformasi.  Presiden Jokowi harus mencermati arah tudingan ini, sedikit salah mengambil sikap maka TNI bisa kembali terseret-seret kedalam politik praktis.

Pertemuan Jokowi dan SBY adalah hal yang baik, hal yang pantas terjadi guna meredakan ketegangan nasional. Namun  bila pertemuan  itu ujung-ujungnya berarah meminta Jokowi melakukan intervensi hukum terhadap berbagai kasus yang tengah ditangani Polri ataupun KPK maka sangat disayangkan, karena setiap negarawan seharusnya menjunjung tinggi proses hukum, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau partainya.  

Negarawan seharusnya tidak minta diundang untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini, hubungi dan minta waktu untuk berbicara empat mata dengan Presiden adalah hal yang elegan bagi seorang mantan Presiden seperti SBY. Bukankah tidak ada masalah pribadi antara SBY dan Jokowi? Mari kita dukung terciptanya suasana kondusif, aman dan damai bagi bangsa Indonesia.

*******

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun