Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya KPK Membongkar Sarang Tikus di Berbagai BUMN

22 Desember 2015   23:00 Diperbarui: 22 Desember 2015   23:00 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemberantasan korupsi di Indonesia idealnya tidak hanya melibatkan lembaga KPK, Kepolisian dan Kejaksaan seharusnya bisa berperan penting dan bersikap proaktif. Namun tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga anti rasuah KPK memang sangat tinggi.  Sekali menetapkan seseorang menjadi tersangka maka si koruptor dipastikan tidak akan lepas.

Rakyat Indonesia sangat percaya dan berharap banyak agar KPK terus meningkatkan kinerjanya.  Ketika KPK mulai diusik dengan usulan Revisi Undang-Undang KPK banyak suara menetang upaya itu. Rakyat yang jeli melihat akal-akalan politisi busuk dalam rangka menggembosi KPK sangat sadar bahwa penyadapan, operasi tangkap tangan, dan tidak ada istilah SP3 dalam perkara yang tengah ditangani KPK adalah senjata utama KPK selama 3 periode sebelumnya.  Senjata ampuh ini sangat ditakuti oleh para politisi korup, dan hidup mereka selalu merasa was-was dari hari ke hari karena takut kalau tiba-tiba terjerat oleh KPK dalam masalah pencurian uang negara, gratifikasi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, atau masalah pencucian uang.   

Korban KPK yang terbanyak adalah para politisi, pejabat pemerintah pusat atau daerah. Cara-cara KPK mengendus kecurangan sangat diluar dugaan, hanya dengan dua alat bukti yang didapat maka terjeratlah korbannya. Agus Rahardjo  dan kawan-kawan yang baru saja terpilih sebagai Ketua dan pimpinan KPK menghadapi situasi yang baru, dimana cara-cara penyadapan dipersoalkan oleh DPR, dan mereka juga akan menghadapi situasi politik Indonesia yang rentan terjadi gesekan antar dua kelompok koalisi politik, yang pro dan kontra pemerintahan Jokowi-JK. Apakah KPK akan bermain aman kali ini?

KPK dalam tiga periode sebelumnya berpegang pada prinsip bahwa, siapa atau kelompok atau partai mana yang berkuasa ke sanalah arah mata KPK ditujukan.  Cara- kerja KPK yang lambat tapi pasti sempat dituding Megawati sebagai tindakan tebang pilih. Padahal proses yang lambat menyebabkan pengungkapan kasus membutuhkan waktu yang relatif panjang. Sehingga ketika Megawati sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden justru yang jadi tersangka orang-orangnya Mega.  Tudingan tebang pilih tidak berpengaruh terhadap kinerja KPK. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden untuk kedua kalinya, justru kasus-kasus yang terjadi pada periode pertama SBY menjabat Presiden banyak terungkap saat itu. Partai Demokrat harus menanggung akibatnya.

Kasus-kasus yang terjadi pada periode kedua SBY menjabat sebagai Presiden akan banyak yang terungkap di saat sekarang, di masa pemerintahan Jokowi.  Kasus Petral, dan Pelindo II sudah terlihat di depan mata.  Belum lagi kalau ditelusuri lebih jauh masalah terkait Freeport dan NewMont . Jika Agus Rahardjo dan kawan-kawan bekerja sesuai alur kerja KPK periode-periode sebelumnya, tidak tertutup kemungkinan muncul tudingan bahwa KPK baru menjadi alat bagi kepentingan Jokowi.

Pemberantasan korupsi oleh KPK memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk konstelasi politik di Indonesia.   KPK bukan lembaga politik namun hasil kerjanya memiliki pengaruh terhadap peta perpolitikan di Indonesia. Karena koruptor kakapnya adalah para politisi korup makanya bersentuhan dengan masalah politik.  Para gerombolan politisi korup itu menjadi geram kepada KPK makanya mereka berupaya mencabuti taring-taring KPK.

KPK dibawah kepemimpinan Agus Rahardjo dan kawan-kawan harus sadar bahwa cepat atau lambat mereka akan berbenturan dengan  kelompok politisi korup lintas partai. Kasus Petral dan Pelindo II setidaknya telah menjadi isyarat bagi KPK agar menajamkan pengamatannya kepada semua BUMN yang ada.  Sarang tikus terbesar ada di sana, selama ini jarang tersentuh oleh KPK, maka sekarang ini saatnya bagi KPK membongkar semua sarang tikus yang ada di BUMN.

BUMN sering dijadikan sapi perah oleh politisi senayan, sudah bukan rahasia umum lagi. Mombongkar sarang tikus di BUMN, bisa jadi akan menjerat pejabat BUMN, pejabat Kementerian BUMN, dan semua Kementerian yang terkait, juga mungkin akan menjerat banyak politisi lintas partai. Apakah Agus Rahardjo dan kawan-kawan punya nyali untuk melakukannya?  Suka atau tidak suka, kasus Petral dan Pelindo II sudah menunggu dan harus ditindaklanjuti, dan mungkin akan berbenturan lebih awal dengan kelompok politisi korup.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun