Dulu ketika masih kecil, nenekku bilang kalau tiba waktu maghrib jangan bermain-main di dekat pohon Beringin. Cerita tentang hantu yang menghuni pohon itu sudah sering kudengar. Kadang-kadang penasaran juga, benar nggak sih pohon Beringin itu banyak hantunya?
Pohon Beringin, pohonnya itu punya banyak akar yang menjuntai. Daunnya kecil dan rindang namun batangnya cepar besar dan akarnya menonjol seperti otot raksasa. Sekilas seperti orang tinggi besar dan berotot, terkadang kulihat seperti itu, maka aku pun percaya pohon itu adalah pohon yang dihuni makhluk halus.
Namun namanya juga anak-anak, semakin ditakut-takuti semakin penasaran. Kenthirer Panjul bilang: “Dol awas jangan kencingi pohon Beringin itu, nanti bengkak” Aku nggak percaya, tetap saja kukencingi. Nggak bengkak kok, ujarku saat itu.
Malamnya aku bermimpi didatangi makhluk yang menyeramkan. Matanya besar melotot, badannya hitam legam dan berbulu. “Siapa loe!?” ujarnya, dengan nada marah. “Kenthirer Dodol,” jawabku ketakutan.
Makhluk itu menarik tubuhku masuk ke dalam pohon, dan mengikat tanganku dengan akarnya yang kecil. “Loe mesti gue hukum…enak aja loe ngencingi bini gue,” kata makhluk halus itu.
“Hai Jin, sumpah gue nggak liat. Perasaan gue tadi cuma ngencingin pohon,” kataku, dengan tubuh gemetar.
“Gebleek…emang loe nggak tahu kalau bangsa gue ada di mana-mana,” jawabnya “Ya nggaklah….setan seperti kalian tempatnya di neraka?” ujarku
“Kampreet…ini penghinaan namanya! Siapa yang menghina bangsa jin sama saja menghina pohon Beringin. Siapa yang menghina pohon Beringin sama saja menghina bangsa Jin,” ujarnya berang, dan tangannya mencekik leherku.
Aku merasa sesak sukar bernafas dibuatnya. Untunglah beberapa saat kemudian makhluk itu melepaskian cekikannya. Dengan nafas tersengal-tengal aku mulai membaca Ayat Kursi, kata nenek ayat suci itu dapat mengusir Jin yang suka mengganggu manusia. Tiba-tiba makhluk itu tertawa terbahak-bahak, katanya: “engkau mau mengusirku dari Senayan?”
***
Keesok harinya kuceritakan mimpiku semalam kepada Kenthirer Panjul dan Peang. “Makanya jangan bandel!” ujar Kenthirer Panjul.