Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Proyek PLTA Urumuka, Sarat Pertanyaan

20 November 2015   20:02 Diperbarui: 20 November 2015   20:29 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan bahwa Setya Novanto meminta bagian saham dari proyek listrik yang akan dibangun di Timika, Papua. “Mereka ingin 49 persen saham dan 51 persen Freeport investasi, dan meminta Freeport membeli tenaga listriknya, “ kata Sudirman Said di Jakarta, Senin (16/11). Pembangkit listrik yang dimaksud adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Kabupaten Paniai. Pembangkit diperkirakan dapat menghasilkan listrik sebesar 300 megawatt.

Staf khusus Menteri ESDM Said Didu mengatakan, PT. Freeport Indonesia bakal menyerap listrik yang diproduksi PLTA Urumuka. Syaratnya, jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mendapat kepastian operasi pasca berakhirnya kontrak karya di tahun 2021. “Freeport mau jadi off taker kalau ada kepastian perpanjangan. Ini bagian dari program percepatan pembangunan Papua. Jadi enggak ada kaitannya dengan permintaan itu,” kata Said Didu. Beliau menjelaskan proyek ini masih terkatung-katung lantaran pengembang menunggu kepastian off taker.  Dia menegaskan Freeport bukan sebagai pihak yang menggarap proyek tersebut. Selain itu, proyek tersebut tidak dibiayai pemerintah pusat.

Berdasarkan penjelasan Said Didu dapat diduga bahwa proyek PLTA yang dimaksud adalah proyek PLTA yang digarap oleh pemerintah daerah Papua, proyek yang sarat dengan masalah. KPK telah menetapkan mantan Gubernur Papua Barnabas Seubu sebagai tersangka  dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTA Urumuka pada akhir tahun 2014. Kasus korupsi itu lantaran pelaksanaan Detailing Engineering Design (DED) yang dilakukan secara fiktif dengan peserta lelang fiktif pada tahun 2009 – 2010, yang mengakibatkan keruguan negara sekitar Rp. 31 miliar.

Pada tanggal 3 Juli 2015, sehari setelah pertemuan Presiden Jokowi dengan Presidir PT. Freeport Indonesia Maroef Syamsoedin dan James R. Moffet, Freeport Global, Menteri ESDM Sudirman Said mengungkapkan bahwa PT. Freeport Indonesia merencanakan akan membangun PLTA di Urumuka, Kabupaten Mimika, Papua dengan kapasitas 1000 megawatt. Pada pertemuan tanggal 2 Juli di Istana Negara, Presiden Jokowi mengarahkan agar Freeport mau berpartisipasi membangun PLTA di Urumuka, yang menurut Sudirman Said saat itu disepakati oleh pihak Freeport. “Kapasitas 450 megawatt akan dimanfaatkan oleh Freeport untuk tambang bawa tanah. Sedangkan sisanya bisa dipakai untuk masyarakat,” kata Sudirman Said.

Pada tanggal 16 November 2015 Sudirman Said dan Said Didu mengatakan kapisatas PLTA yang akan dibangun 300 megawatt, sedangkan pada tanggal 3 Juli 2015 Sudirman Said mengatakan Freeport akan membangun sendiri PLTA dengan kapasitas 1000 megawatt. Ada inkonsistensi keterangan dari Kementerian ESDM dalam hal ini, dan keterangan yang terakhir mengarah kepada proyek PLTA Urumuka yang bermasalah itu. Kenapa berubah?

Dikatakan pada tanggal 16 November 2015 bahwa pembanguna PLTA 300 megawatt itu terkait dengan kepastian perpanjangan kontrak, syarat yang diminta Freeport bila ingin dibantu dalam pembangunan PLTA tersebut. Sedangkan pada tanggal 2 Juli 2015 sebelumnya dengan bangganya Sudirman Said mengatakan bahwa Freeport akan membangun PLTA dengan kapasitas 1000 megawatt,  sebuah PLTA yang sangat besar! Lha kalau pembangkit yang akan dibangun 300 megawatt, lantas bagaimana dengan 450 megawatt yang dibutuhkan Freeport untuk tambang bawah tanah? Apakah betul Freeport berkomitmen akan membangun PLTA di Urumuka dengan investasi yang sangat besar untuk tambang dan masyarakat sekitarnya, sementara itu bukanlah bisnis utamanya?

Dikatakan Freeport akan membangun sendiri PLTA di Urumuka dengan kapasitas 1000 megawatt, sementara 450 megawatt dipakai sendiri oleh Freeport lalu sisanya sebesar 650 megawatt dipakai untuk masyarakat. Mengelola yang 650 megawatt  untuk masyarakat itu pastilah butuh suatu unit usaha tersendiri atau paling tidak Freeport harus bekerjasama dengan PLN untuk mengelolanya. Pertanyaannya, kenapa PLN tidak diajak masuk atau disebut-sebut dalam pembangunan PLTA di Urumuka?

Jangan-jangan ini cuma gembar-gembor kosong belaka dari Kementerian ESDM. Jangan-jangan angka 49% dari total saham tersebut adalah bayang-bayang angka fee yang harus dibayarkan Freeport kepada para calo yang berhasil membantu terwujudnya perrpanjangan kontrak bagi PT. Freeport Indonesia. Kalau Proyek PLTA kapasitas 300 megawatt nilai investasinya sebesar Rp. 7 trilyun, silakan kalikan berapa fee yang akan dibayarkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun