Penolakan terhadap revisi UU no.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menguat dan meluas. Suara-suara penolakan umumnya memiliki kesimpulan yang sama bahwa revisi tersebut bermaksud melemahkan KPK. Secara tak langsung dapat diartikan bahwa usulan revisi itu tak lain sebagai langkah-langkah tersembunyi yang maksudnya ingin membubarkan KPK secara bertahap hingga 12 tahun mendatang.
Isu dari para pendukung revisi yang mengatakan bahwa revisi itu bermaksud memperkuat KPK sangat bertentangan dengan inti dari isi draf revisi yang telah masuk Prolegnas 2016, yang secara tegas mengatakan akan membatasi KPK hingga 12 tahun mendatang. Usulan revisi UU KPK yang dibahas di DPR sekarang lebih tepat kalau dikatakan sebagai upaya pelemahan dan pembubaran KPK secara bertahap.
Apa mungkin praktek korupsi di Indonesia mampu dihilangkan hingga 12 tahun mendatang sementara lembaga KPK yang menjadi motor utama penggeraknya diamputasi di sana-sini? Dengan kondisi KPK yang sangat kuat sekali pun belum tentu mampu membersihkan benalu korupsi yang telah berurat dan berakar selama 70 tahun Indonesia merdeka dan membudaya secara luas hampir di semua tingkatan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Draf usulan revisi UU KPK yang sekarang ada di DPR harus ditolak oleh pemerintah. Kuncinya sekarang ada di tangan Presiden Jokowi. Pemerintah harus tegas menyatakan menolak segala macam bentuk usulan revisi UU No.30/2002 yang bersifat melemahkan KPK. Kalau pemerintah betul-betul menginginkan KPK yang semakin kuat maka wacana pembubaran KPK 12 tahun mendatang harus ditiadakan terlebih dahulu. Karena belum saatnya usia KPK ditentukan kapan akan berakhir. KPK harus terus diperkuat dengan asumsi tetap dibutuhkan hingga batas waktu yang belum ditentukan.
KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, termasuk dari kalangan internal KPK sendiri. Tidak perlu ada dewan pengawas yang bertujuan mengawasi dan membatasi independensi lembaga KPK. Karena belum ada bukti KPK telah menyalahgunakan tugas dan wewenangnya untuk kepentingan lain di luar tujuan pemberantasan korupsi.
Selagi prinsip transparansi dan akuntabilitas masih tetap mampu dijalankan KPK dan juga selagi masyarakat tetap berperan serta mengawasi kinerja KPK Â maka keberadaan dewan pengawas tidak diperlukan. Keberadaan Dewan Pengawas KPK berpotensi melemahkan dan dapat membuka celah intervensi oleh tangan-tangan yang membela kepentingan koruptor.
Wacana pembatasan usia KPK selama ini baru DPR yang berbicara. Seharusnya ada kesepakatan nasional terlebih dahulu hingga kapan KPK akan tetap dibutuhkan sebagai tulang punggung utama penindakan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Berdasarkan kesepakatan tersebut maka dapat dirumuskan penguatan-penguatan seperti apa yang dibutuhkan KPK hingga masa berakhirnya. *****
Â
Sumber Ilustrasi:
https://assets.kompas.com/data/photo/2016/02/12/185627320160209-kpk-tambahan780x390.jpg
[caption caption="Sumber Ilustrasi: https://assets.kompas.com/data/photo/2016/02/12/185627320160209-kpk-tambahan780x390.jpg"][/caption]