Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjegal Calon Independen Tidak Memecahkan Masalah Kaderisasi Parpol

16 Maret 2016   14:34 Diperbarui: 16 Maret 2016   15:38 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Niat Komisi II DPR RI yang akan memperketat syarat dukungan 20% suara dari jumlah DPT bagi calon perseorangan dan calon independen tak lebih sebagai reaksi panik Partai politik (Parpol) atas fenomena teman Ahok. Teman Ahok berencana mencalonkan Ahok menuju DKI 1 pada Pilgub 2017 melalui jalur independen. Rupanya syarat 6,5 – 10 persen dari jumlah pemilih dianggap terlalu ringan oleh DPR karena begitu mudahnya teman Ahok melampaui jumlah angka yang ditetapkan.

Sekali lagi terlihat bahwa otak waras DPR hanya dipakai untuk melindungi kepentingan diri dan kelompoknya, bukan untuk mengakomodir kebutuhan dan aspirasi dari arus bawah atau aspirasi yang berkembang di masyarakat. Oligarki dan arogansi Parpol sulit berkompromi dengan ide atau suara-suara miring yang menohok langsung ke titik kelemahan Parpol.

Ketidak-siapan Parpol menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) kerap menjadi catatan buruk, bahwa Parpol tidak mempersiapakan kadernya dengan baik dan menyodorkan kader ala kadarnya padahal  Pilkada adalah agenda rutin yang wajib untuk diikuti. Salah satu fungsi dan tujuan Parpol adalah mencetak pimpinan daerah guna mengisi lowongan jabatan politik yang harus dipilih melalui mekanisme Pilkada.

Kelemahan terbesar Parpol di Indonesia ada pada fungsi rekruitment dalam mencari kader-kader yang kapabel, mampu memperkuat legitimasi parpol di mata publik, serta memilik integritas. Kebiasaan Parpol melihat populeritas seseorang karena yang bersangkutan adalah artis, atau karena faktor kekayaan si calon, atau kedekatan hubungannya dengan para petinggi Parpol sebagai dasar penetapan calon yang diusungnya adalah wujud kegagalan Parpol dalam melakukan kaderisasi pimpinan.  

Tidak ada korelasi antara masalah pendanaan Parpol dengan gagalnya proses kaderisasi. Parpol seperti Golkar dan PDIP tergolong Parpol yang memilik sumber dana yang besar. Namun tetap saja masalah integritas kadernya kerap menjadi sorotan, di pusat maupun di daerah.  Risma, Ganjar, Ridwan Kamil, Jokowi, Ahok, dan Aher adalah anomali dari sekian banyak kasus permasalahan kaderisasi Parpol.

Peran Parpol dalam mencetak kader-kader pimpinan bagi daerah maupun pusat sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, boleh dikata dianggap gagal. Karena itu Parpol cenderung mencari kader-kader instant guna disodorkan untuk menduduki jabatan politik. Asal ngetop, asal berduit, asalkan punya koneksi kuat di partai maka disodorkanlah yang bersangkutan sebagai calon anggota DPRD,  Gubernur, Walikota, atau Bupati. Ketika terpilih? Ada yang ketangkap BNN karena kecanduan narkoba, dan banyak juga yang masuk bui karena kesandung kasus korupsi, ada juga yang dipaksa mundur karena kasus-kasus yang sifatnya sangat memalukan di mata publik. Bagi yang selamat dari kasus yang memalukan pun belum tentu mampu memberikan sentuhan kemajuan yang berarti bagi daerahnya.

Pandangan kritis dan skeptis terhadap Parpol bukan berarti bermaksud meniadakan fungsi dan peran penting Parpol bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara. Negara yang menganut paham demokrasi mensyaratkan peran penting Parpol dalam menghidupkan demokrasi.  Parpol adalah prasyarat sebuah demokrasi.  Salah satu fungsi dan peran Parpol adalah mencetak pemimpin, membangun pemerintahan yang legal, dan menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan melalui kader-kadernya yang duduk sebagai pimpinan di eksekutif dan juga melalui kader-kadernya yang duduk di lehislatif. Hubungan eksekutif dan legislatif adalah hubungan mitra yang sejajar. Antara keduanya dibatasi oleh wewenang dan tugasnya masing-masing.

Dampak gagalnya fungsi dan peran Parpol dalam rekruitment dan kaderiasi partai maka muncullah masalah integritas pimpinan di banyak daerah, tingkat propinsi kabupaten atau kota. Pilkada yang tidak kompeteble menghasilkan kepala daerah yang tidak berkualitas sehingga tidak mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan maksimal. Proses komunikasi politik, legislasi, dan pengawasan terhadap anggaran yang merupakan uang rakyat tidak berjalan dengan semestinya.

Daerah membutuhkan pemimpin yang punya integritas, jujur, kapable, dan punya komitmen untuk memajukan daerahnya.  Negara ini akan maju pesat bila para pemimpin di daerah mampu bekerja bagi kemajuan daerahnya, membangun fundamen perekonomian daerah dengan baik, menciptakan kemajuan dan perluasan lapangan kerja. Negara ini berubah bukan karena kepopuleran seorang tokoh. Negara ini bisa maju pesat karena para pemimpinnya punya integritas yang baik. Tugas mencetak atau menemukan kader yang bisa jadi pemimpin seperti itu tanggung jawabnya ada di pundak Parpol!

*******

Sumber Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun