Polri memastikan bahwa para pelaku bom di jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1) sebanyak empat orang dan keempatnya tewas di lokasi kejadian. Keempat pelaku itu adalah Muhammad Ali, Sunakin alias Afif, Ahmad Muhazan bin Syahroni, Dian Juni Kurniadi. Dua dari keempat pelaku tersebut merupakan residivis, yakni Afif dan M Ali. Afif terkait kasus pelatihan teroris di Aceh dan M Ali terkait kasus perampokan Bank CIMB di Medan.
Serangan teroris di jalan Thamrin tersebut sudah dapat dipastikan terkait ISIS. Hal ini berdasarkan klaim dari ISIS sendiri dan juga berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan pihak keamanan di Indonesia. Menarik untuk disimak dalam keterkaitannya dengan kepulangan 169 orang WNI dari Suriah sekitar bulan November 2015 yang lalu. Siapakah diantara keempat teroris yang tewas itu merupakan simpatisan ISIS yang baru pulang dari Suriah di bulan November 2015 lalu?
Muhammad Ali atau biasa disebut Ali diperkirakan sangat kecil kemungkinannya termasuk salah satu yang baru kembali dari Suriah. Kehidupannya sehari-hari, ia berprofesi sebagai sopir angkot selama setahun terakhir, dan tidak ada kabar dari informasi yang tergali bahwa ia baru pulang dari Suriah. Ali merupakan warga asli Kampung Pesanggrahan RT 02/03 Meruya Utara Kembangan, Jakarta Barat. Pria ini dalam kesehariannya kerap menggunakan kaos biasa dan celana jeans serta menggunakan jaket loreng ketika tengah menarik angkot. Tampilannya tidak berpakaian gamis dan tidak berjanggut, seperti layaknya tipe penampilan pelaku teroris umumnya. Pada saat serangan bom Sarinah itu Ali mengenakan kaos biru yang dibalut rompi warna hitam dan bertopi. Ali tewas bersamaan dengan Afif, akibat ledakan bom yang mereka bawa sendiri. Ali diperkirakan salah seorang teroris yang pernah mengikuti pelatihan teroris di aceh.
Sekitar dua minggu sebelum kejadian Afif, Ahmad Muhazan, dan Dian Juni Kurniadi mengontrak sebuah kamar untuk jangka dua minggu yang letaknya berdekatan dengan Muhammad Ali. Dian atau yang biasa disapa akrab Iyong pernah bekerja sebagai mekanik di perusahaan peternakan ayam di Sampit Kotawaringin Timur Kalimanatan Tengah selama dua tahun, hingga September 2015. Dian berhenti dari tempatnya bekerja dengan alasan ingin mencari kesempatan yang lebih baik. Bujangan asli Tegal ini merupakan lulusan salah satu sekolah menengah kejuruan favorit di Tegal. Menurut pamannya yang bernama Kustono, Dian terakhir kali pulang ke Tegal sekitar sebulan lalu. Keluarga hanya tahu Dian bekerja di Kalimantan. “Kami tidak tahu kalau dia di Jakarta, yang kami tahu dia di Kalimantan,” kata Kustono. Berdasarkan penelusuran penulis atas berbagai informasi tentang sosok yang satu ini, penulis memperkirakan dia adalah salah satu simpatisan ISIS yang berhasil digaet Bahrun Naim melalui media jejaring sosial. Dian diperkirakan salah satu simpatisan ISIS yang baru pulang dari Suriah sekitar November 2015. Bagaimana Dian melangkah dari Sampit lalu ke Suriah dan akhirnya ke Jakarta diperkirakan ada suatu jaringan yang bekerja dan mengaturnya. Dalam peristiwa serangan Bom Sarinah, Dian adalah pelaku yang melakukan bom bunuh diri di samping Pos Polisi Sarinah. Butuh suatu proses yang tidak singkat untuk bisa sampai ke taraf mental “berani mati”. Suriah mungkin yang telah mencuci otak pemuda 25 tahun ini sehingga menjadi seorang bomber yang mengerikan.
Afif atau Sunakim alias Nakim bin Jenab adalah teroris residivis. Pernah dipenjara karena ikut terlibat pelatihan teroris di Aceh dan kasus kepemilikan senjata api. Afif bersama sang istri dan seorang anaknya terakhir tinggal di rumah kontrakan di Kampung Sukamanah, RT 04/02 Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Menurut keterangan Ketua RT setempat, Afif baru tinggal di kontrakan itu selama 4 hari. Pria asal Karawang ini santer diberitakan memiliki hubungan sangat dekat dengan Aman Abdurrahman, pimpinan ISIS di Asia Tenggara, yang kini sedang mendekam di penjara Nusakambangan. Ia juga diyakini memiliki hubungan dengan Bahrun Naim yang merupakan otak serangan teror Sarinah. Afif diduga merupakan salah seorang yang baru pulang dari Suriah sekitar November 2015 lalu. Masa hukuman penjara selama 7 tahun di Lapas Cipinang tidak berhasil mengubah mental radikalnya. Afif dan Ali terlihat sebagai sosok teroris yang terlatih dan memberikan perlawan sengit dalam peristiwa tembak menembak dengan petugas sebelum akhirnya tewas oleh ledakan bom yang dibawanya sendiri.
Ahmad Muhazan bin Syahroni, 26 tahun, diduga pelaku bom bunuh diri di dalam gerai kopi Starbucks. Dia adalah warga Blok Kedungwungu RT 04/01 Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Lulusan MTs Negeri Krangkeng tahun 2006 ini pernah menjadi santri kalong pada sebuah pesantren di daerah Subang. Selepas itu ia pergi merantau, membantu Syamsudin, kakak iparnya yang membuka usaha vulkanisir ban di Jakarta. Dia menikah pada tahun 2012 dengan seorang santriwati dari pesantren yang sama, yang diketahui mengajar dan membuka usaha sampingan sebagai pedagang “Kebab Turki” di wilayah Purwakarta. Selama merantau Ahmad diketahui beberapa kali pulang ke kampung halamannya. Terakhir pulang kampung sebulan lalu, menengok ayahnya yang menderita stroke. Agak sulit melacak benang merah yang menghubungkan Ahmad dengan kelompok afiliasi ISIS di Indonesia. Namun diperkirakan dia mulai bersentuhan dengan paham radikal sejak merantau di Jakarta, mungkin melalui kelompok pengajian. Proses mental seperti apa yang telah membuatnya rela begitu saja untuk menjadi seorang monster bomber yang menafikan segala kehidupan duniawinya, termasuk tanggung jawab terhadap anak dan istrinya? Mungkin di Suriah dia ditempa atau mungkin juga di Jakarta. Sekiranya di Jakarta, siapa ideolog yang berhasil mengubah mentalnya sedemikian rupa?
Menelisik strategi dan pola serangan di kawasan Thamrin dan kaitannya dengan aksi teror oleh ISIS secara luas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Intensitas kedekatan dengan ajaran atau paham radikal adalah gerbang menuju ke situasi mental “siap mati”, siap menjadi pengantin atau siap menjadi artis konser darah yang penuh dengan kematian.
2) Menafikan duniawi dan mengejar sorga dengan jalan pintas adalah inti indoktrinasi yang ditanamkan ke dalam diri seorang calon bomber bunuh diri. Peran ulama sangat penting untuk mengatasi hal ini. Ulama jangan terlalu sibuk dengan urusan politik dan kekuasaan. Urusan ummat jauh lebih penting, menebarkan ajaran Islam dengan benar dan melawan paham-paham radikal yang menyesatkan dengan cara dialogis jauh lebih penting ketimbang urusan politik dan syahwat kekuasaan.
3) Saat ini ISIS adalah organisasi teroris jauh lebih berbahaya ketimbang organisasi teroris mana pun di dunia ini. Mereka berbentuk negara, punya sumber dana yang besar, mereka juga punya ideolog dan ahli startegi yang handal, dan mereka telah terbukti mampu memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informatika sebagai alat propaganda dan perjuangan dalam wilayah yang luas. Ekspor ideologi radikal dari negara ini ke berbagai negara di belahan bumi akan meningkatkan eskalasi kekerasan atas nama agama. Seruan jihad, mati syahid, dan ajaran jalan pintas masuk surga akan sering terdengar dan akan menjadi komoditas murahan yang dapat mengacaukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
4) Bagi ISIS setiap tindakan teror adalah propaganda terselubung. Pesan-pesannya sangat jelas. Diperlukan tindakan kontra terorisme yang sistematik terencana guna menangkalnya. Strategi ISIS, setiap teror fisik akan diikuti pula dengan serangan melalui dunia maya. Tujuannya: konsolidasi kekuatan, menciptakan rasa kekurang-percayaan terhadap kemampuan pemerintah, dan juga propaganda paham atau ajakan untuk bergabung bersama ISIS.