Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kriminalisasi Tri Rismaharini: Analisis Teori Sempak Fallacy

25 Oktober 2015   15:00 Diperbarui: 25 Oktober 2015   15:37 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ibu Tri Rismaharini mantan Wali Kota Surabaya sempat diumumkan jadi tersangka, diduga mengalami kriminalisasi oleh pihak-pihak yang berupaya menjegal pencalonannya kembali dan juga menjegal kemungkinan melejitnya nama ini ke tingkat nasional. Penulis coba membedah kasus ini menggunakan Teori Sempak Fallacy.

Sebagai pejabat publik yang berprestasi nama Ibu Tri Rismaharini cukup dikenal dan diketahui banyak orang. Sebuah kebijakan publik tidak pernah dapat menyenangkan semua orang. Ketika beliau berhasil menggusur Gang Dolly sebagai gang kegelapan yang paling tua dan paling besar di Surabaya, lalu merubahnya menjadi sebuah citra yang baik bagi Kota Surabaya ternyata tidak membuatnya berhasil menyenangkan semua pihak. Ada yang tetap protes, bersikukuh agar peninggalan Belanda itu tetap dilestarikan. Namun banyak juga pihak yang mendukungnya karena Gang Dolly adalah sarang lendir yang berbahaya karena tempat itu adalah sumber tempat penyebaran virus HIV dan berbagai penyakit kelamin lainnya.  

Teori Sempak Fallacy mengatakan bahwa, segala kekenthiran itu berhubungan erat dengan sempak dan lendir. Gang Dolly adalah sebuah tempat pelacuran terbesar di Asia Tenggara. Di tempat ini banyak ragam bisnis berjalan. Bisnis minuman dari yang ringan sampai yang mengandung alkohol di atas 30%, bisnis lendir dari kualitas kambing hingga kelas Onta, belum lagi aneka macam lendir: dari lendir jenis ayam kampung hingga lendir jenis ayam bangkok. Di dalamnya berkembang bisnis sempak dalam beragam kualitas dan merek.

Menurut hasil penelitian Lembaga Perkenthiran setara Institut, bisnis perkenthiran di lokasi Gang Dolly memberikan kontribusi 21% bagi APBD Kota Surabaya.  Sebuah angka yang signifikan dan ketika kontribusi itu coba dihilangkan oleh Bu Tri Rismaharini atas dasar pertimbangan perbandingan mudharat dan manfaatnya, yang ternyata lebih besar mudharatnya, lalu banyak pihak yang jadi kebakaran jenggot. Lalu berhembuslah issue angin kentut yang mengatakan bahwa Bu Tri Rismaharini tidak mau mendengarkan aspirasi kaum perkenthiran. Parahnya lagi issue yang berbau tak sedap itu dipolitisir oleh para politikus Partai Kuntet Mangkudilaga yang akhirnya menemukan celah hukum untuk mengkriminalisasi Bu Tri Rismaharini.

Segala kekenthiran itu berhubungan erat dengan sempak dan lendir. Ketika Gang Dolly telah tergusur dari tempatnya yang keramat itu, terdengar banyak laporan bahwa sempak yang tak bertuan yang biasa mengotori sudut-sudut Kota Surabaya kini semakin langka. Bau tak sedap dari sempak-sempak yang tergantung dijemuran pun semakin menghilang. Belum lagi temuan tim ahli perlendiran yang mengatakan bahwa sejak lokalisasi sempak naik-turun itu ditiadakan dikatakan hampir tak ada lagi jalan-jalan berlobang, namun sebaliknya lobang-lobang berjalan di malam hari semakin meningkat. Menurut analisis berdasarkan Teori Sempak Fallacy satu-satunya kesalahan Bu Tri Rismaharini adalah karena beliau lupa mengganti simbol Kota Surabaya, lupa mengganti Simbol Buaya dengan simbol-simbol lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun