Dia seorang gelandangan dan tengah terganggu jiwanya
waktu-waktu berlalu saja tanpa pernah dapat ia bedakan
pagi siang dan malam dia tetap duduk di sudut jalan itu
berbicara sendiri tak ada orang yang mendengarkannya
Â
Suatu saat aku akan menemuinya di sana, di sudut jalan itu
tapi kubiarkan dia saat ini asyik bersama dunianya sendiri
tubuhnya bau dan dekil, bajunya lusuh, rambutnya kusut
tangannya memegang sebuah kitab suci sembari mengoceh
Â
Dia si gila dunia, tak meyakini apa pun kecuali dirinya sendiri
tak percaya pada apa pun yang dijanjikan oleh surga di langit
tiada yang berbelas kasih kecuali guna kepentingan duniawi
tiada orang yang mampu berlaku jujur kecuali dirinya sendiri
Â
Suatu saat aku akan menemuinya di sana, di sudut jalan itu
namun aku berpikir bahwa aku pun saat ini tak ada bedanya
dia si gila terkungkung oleh pikiran dan jiwanya yang kusut
sedangkan aku si gila yang sedang menilai-nilai kegilaannya
Â
Sama sekali tak pernah terbayang di benakku siapa dirinya
aku hanya melihat pada penampilan luarnya yang menipu
aku terlalu percaya pada segala sesuatu yang terlihat mata
namun aku tiada mampu mengukur seberapa dalam jiwanya
Â
Dia si gila dunia, tak meyakini apa pun yang dijanjikan sorga
segala apa yang ada adalah nyata dan punya sebab-akibat
sedangkan aku si gila yang sedang menghakimi kegilaannya
tak kusadari bahwa diriku terperangkap oleh logika gilanya!
Â
Batam, 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H