[caption caption="Sumber Ilustrasi: http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/10/08/fe3989d1-b35f-4318-a82b-82e97b6664a7_169.jpg?w=650"][/caption] Seperti halnya beberapa propinsi lainnya di Kawasan Indonesia Timur, Maluku tergolong propinsi termiskin di Indonesia. Propinsi yang terdiri banyak pulau ini terkenal dengan lautnya yang dalam, dengan mutiara-mutiara indah yang terdapat di dasarnya, dan juga terkenal dengan palung lautnya yang sangat dalam. Maluku merupakan wilayah dengan frekuensi gempa yang tinggi, daerah rawan bencana meski selama puluhan tahun terakhir belum terdengar kejadian Maluku dilanda tsunami. Ada 25 blok Minyak dan Gas di Maluku. Sekitar 15 blok diantaranya sudah memiliki investor, sedangkan 10 blok lainnya dalam proses tender mencari investor.
Potensi Migas yang luar biasa besarnya yang dimiliki Maluku ada di Blok Masela, Blok Babar Selaru, Blok Pulau Moa Selatan, dan Blok Roma. Blok Masela dengan cadangan gas abadi diperkirakan memiliki jangka waktu produksi mencapai 70 tahun. Dengan kekayaan energi sumber daya alam seperti ini sudah seharusnya dipastikan bahwa pengelolaan kekayaan alam memiliki dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat Maluku. Sudah saatnya menghapus kebiasaan pemerintah melakukan kebijakan buta, mengabaikan rakyat pemilik kekayaan alam itu hidup miskin di atas sumber daya alam yang melimpah. Harus senantiasa diingat bahwa daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah di Kawasan Timur Indonesia cenderung dilanda konflik, dan hal ini seirama dengan konspirasi global yang melanda berbagai belahan dunia.
Tangan-tangan asing bermain, dan mereka berani mengeluarkan investasi yang tidak sedikit demi menguasai dan menarik keuntungan yang besar dari pengelolaan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki negara-negara berkembang. Potensi sumber Migas di Maluku sebenarnya sudah lama diketahui para pemain lama dibidang itu. Adanya perusahaan raksasa yang berani menguasai 100% beberapa blok di Maluku membuktikan hali ini. Saat ini perusahaan-perusahaan migas raksasa dunia yang bermain di Maluku antara lain: Inpex dari Jepang, Shell BV dari Belanda, dan Stat Oil dari Norwegia.
Blok Masela terletak di perairan laut dalam Kepulauan Aru dan dekat dengan perbatasan negara lain. Terkait rencana pengelolaan Blok Masela, terdapat dua opsi yakni: skema LNG terapung/offshore yang diajukan Meneteri ESDM Sudirman Said dan skema pipanisasi ke darat (onshore) yang diajukan Menteri Koordinator Bidang Sumber daya Alam dan Kemaritiman Rizal Ramli. Meski kekuatan mafia migas di indonesia terus berkurang, namun sebab dan akar permasalahan yang coba diketengahkan sebagai dasar pemikiran dua opsi ini harus dicermati. Karena pertarungan memperebutkan bisnis migas di Indonesia belum usai. Mafia migas masih ada, dan mereka bermain di belakang lobi-lobi serta berupaya mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung para pengambil kebijakan.
Kementerian ESDM dan SKK Migas, berdasarkan studi beberapa konsultan internasional menyetujui posisi kilang LNG Blok Masela berlokasi di laut (off shore) dengan alasan pengelolaannya lebih efisien. Sementara Menko Kemaritiman yang didukung oleh kelompok Forum Tujuh Tiga ITB dan sebagaian tokoh masyarakat Kepulauan Aru berpemikiran bahwa kilang LNG Blok Masela seharusnya di darat (on share) atas pertimbangan multiplier effect-nya bagi pembangunan daerah, khususnya manfaatnya secara langsung bagi rakyat Maluku. Polemik muncul di publik karena perdebatan alot dalam tubuh pemerintahan Jokowi.
Perbedaan pendapat yang tajam antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli apakah akan terus dibiarkan oleh Presiden Jokowi? Investor butuh kepastian untuk berusaha dan berinvestasi. Namun pemerinta tidak boleh gegabah mengambil keputusan strategis  dalam bidang energi dan sumber daya alam. Belajarlah dari kasus ladang migas Talang Akar- Pendopo, Sumatera Selatan.Â
Ditemukan Belanda sejak tahun 1912 dan hingga akhirnya diambil alih oleh Pertamina dari tangan PT. Stanvac Indonesia pada tahun 1983/84, Â sekian puluh tahun beropresi hingga kini, kontribusi seperti apa yang diberikan kepada daerah setempat, daerah yang langsung memilki sumber daya alam tersebut? Infrastruktur jalan di daerah sekitar lokasi pun hingga kini masih jauh dari memadai. Itu di darat, apa lagi di tengah laut. Kontribusi seperti apa yang akan langsung bisa dirasakan oleh rakyat Maluku dari kekayaan alamnya yang berada di laut dalam? Regulasinya harus jelas dulu dan harus berpihak pada kepentingan langsung dan tidak langsung bagi pembangunan daerah Maluku. Â
Banyak desakan kepada Presiden Jokowi agar segera mengambil keputusan apakah akan on shore atau off shore. Keputusan menunda mengambil keputusan tentang hal ini nampaknya membuat beberapa pihak menjadi gerah karena tidak sabar atau mungkin khawatir rencana bulus yang disusun sejak 2010 lalu itu akan menjadi sia-sia. Siapa yang menabuh gendang, siapa pula yang menari-nari. Blok Migas Marsela, direncanakan dan akan dikelola untuk kemakmuran siapa?
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H