Merespon adanya rencana pengumpulan massa Ormas Islam pada 11Februari 2017 di Jakarta, Menkopolhukam Wiranto mengatakan sebagai bagian dari pemerintah, dia tidak pernah melarang pihak manapun yang ingin berdemonstrasi untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan. Namun, negara tak akan mengizinkan aksi demonstrasi yang mengganggu ketertiban umum, kebebasan orang lain, dan melanggar undang-undang.
Wiranto adalah (purnawirawan) jendral bintang empat, politisi senior di dalam pemerintahan Jokowi-JK. Beliau kenyang dengan pengalaman, dalam posisinya sebagai bagian dari pemerintah, telah merasakan asam garam pergolakan politik di Indonesia sejak Presiden Soeharto hingga Presiden Jokowi, sekarang. Ada tiga Presiden RI yang pernah dilayaninya sebelumnya, dan Presiden Jokowi adalah presiden keempat yang dilayaninya. Masuknya Wiranto dalam jajaran kabinet pemerintahan Jokowi-JK ternyata berhasil meringankan beban Presiden Jokowi yang butuh fokus pada banyak hal.
Dengan segudang pengalaman yang dimilikinya, Wiranto mampu bekerja dengan tenang dan efektif mengatasi berbagai gejolak dan suhu panas politik di tanah air. Secara pelan tapi pasti dan dengan ketegasannya maka beberapa simpul permasalahan yang harus dihadapi pemerintah dapat di atasi. “Saya tegaskan sekali lagi. Saya tidak pernah melarang, tidak mungkin saya bungkam demonstrasi. Itu boleh, tetapi demonstrasi jangan ganggu kebebasan orang lain,” ujar Wiranto, Rabu (8/2).
Ketegasannya membuahkan hasil. Pada Kamis sore (9/2) Wiranto menerima sahabat lamanya sejak era Soeharto dulu, Habib Rizieq Shihab, di rumah dinasnya. Wiranto menyebut, sekitar 20 tahun lalu pertemuan seperti itu pernah terjadi, dan pertemuan mereka kali ini merupakan momen yang sangat berharga guna menurunkan suhu politik dan meluruskan kesalahpahaman antara pemerintah dan Rizieq Shihab yang cenderung memposisikan dirinya sebagai pihak yang berseberangan dengan pemerintah. “Pertemuan hari ini adalah kelanjutan silaturahim saya dengan Rizieq,”ujar Wiranto.
Rizieq Shihab adalah Iman ormas Front Pembela Islam (FPI). FPI adalah salah satu ormas dengan catatan kasus kekerasan yang paling banyak. Melihat kembali pada sejarah berdirinya FPI pada tanggal 17 Agustus 1998, Wiranto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima TNI termasuk salah satu pihak yang ikut menggagas berdirinya FPI. Hubungan Wiranto dan FPI pada awalnya, bagaikan hubungan ayah dan anak.
Namun pada perkembangannya, FPI tumbuh dengan pesat, sepertinya Wiranto sudah tidak lagi terlibat dalam pembinaan FPI sebagai ormas penangkal bangkitnya komunisme itu. FPI berkembang pesat sedemikian rupa, kerap membawa nama agama Islam dalam aksi-aksinya, kerap menampilkan aksi-aksi kekerasan yang meresahkan masyarakat, termasuk kalangan umat Islam sendiri. FPI tampil dalam wajah radikal, aksi-aksinya mendapat dukungan penuh dari ormas-ormas radikal lainnya.
Aksi-aksi FPI terasa kian mengkhawatirkan ketika dalam aksi 4 November 2016 lalu, Rizieq Shihab secara lantang meneriakkan “Revolusi”, sebelum dan sesudah aksi itu Rizieq sangat sering mengumbar kata-kata kebencian terhadap Presiden Jokowi. Kasus pelesetan kata sampurasunmenjadi “campur racun”, penghinaan terhadap Pancasila yang berbuah kasus hukum yang menempatkan Rizieq jadi tersangka di Polda Jabar, dan juga terkait penolakan terhadap Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta lalu akhirnya berbuah kasus dugaan penistaan agama bagi Ahok, dan masih banyal lagi sederet daftar panjang tentang kelakuan FPI yang meresahkan. FPI berkembang menjadi tak terkendali, mengancam prinsip kebhinekaan Indonesia dan membahayakan kelangsungan NKRI.
Ahok adalah calon gubernur DKI Jakarta 2017, dimana salah satu partai yang mendukungnya adalah Partai Hanura yang saat itu masih dipimpin oleh Wiranto. Pada Senin, 4 April 2016, Rizieq dalam orasinya di depan gedung KPK menyerang Wiranto dengan kata-kata kasar bernada SARA lantaran Hanura mendukung Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Selain itu, Rizieq juga meminta Wiranto mengganti nama menjadi “Wiranti”. Kelakuan Rizieq itu membuat para kader Hanura geram dan ingin melaporkannya ke Polisi. Namun Wiranto melarangnya, malah memaafkan kelakuan Rizieq.
Ketika aksi 212 di Monas, Jakarta, saat Jokowi datang dan ikut shalat jumat bersama di sana, ada sorot kamera yang memperlihatkan reaksi tidak senang di wajah Wiranto terhadap Rizieq yang coba-coba mendekat ke Presiden Jokowi. Kesabaran Wiranto sepertinya mulai habis ketika mendengar akan ada aksi kembali pada Sabtu, 11 Februari 2017.
Ketegasan Wiranto sepertinya membuat akal sehat Rizieq Shihab mulai terbuka, lebih-lebih lagi di saat-saat FPI dan Rizieq mulai terdesak di sana-sini dan harus berurusan dengan berbagai jerat hukum akibat ulahnya sendiri. Dalam kondisi terancam, babak belur karena digebukin oleh berbagai kasus serta mulai ditinggalkan oleh pihak-pihak yang menarik keuntungan dari aksi-aksinya, tiba-tiba Rizieq si anak bandel itu teringat kembali kepada ayah kandungnya.
Dengan jiwa kenegarawannya Wiranto menerima si anak bandel kembali. Ini berarti Wiranto telah berhasil menaklukkan keliaran FPI yang pernah dibinanya. Meski telah jinak, namun kasus hukum harus tetap berjalan sebagai konsekwensi tanggungjawab manusia dewasa atas perbuatan salah yang telah dilakukannya. Bravo Wiranto!