Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Karakter Bangsa Melalui Haiku (Sumbang Saran untuk Presiden Jokowi)

3 Oktober 2016   21:54 Diperbarui: 3 Oktober 2016   22:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haiku adalah salah satu genre puisi asal Jepang yang saat ini telah mendunia. Berasal dari permainan haikai no renga yaitu permainan puisi berantai, semacam berbalas pantun di Indonesia, permainan yang popular pada abad ke-14.  Sebelum dan saat zaman Edo (sekitar abad ke-17), istilah haikai maupun hokku (yang berarti bait pertama) lebih banyak digunakan. Pada zaman Meiji (sekitar abad ke-19) istilah haiku (berarti bait dari haikai) dipopulerkan oleh Masaoka Shiki.

Haiku memiliki aturan yang mengikat, yang mengharuskan setiap haiku terdiri atas 17 silabel (5-7-5) disertai dengan penggunaan kigo. Kigo adalah kata yang menunjukkan kapan suatu moment haiku itu terjadi.  Masyarakat Jepang sangat terbuka terhadap pengaruh dari luar, tetapi juga mengenggam erat tradisi bangsanya sendiri. Jenis kesusastraan semacam haiku sejauh ini banyak dikatakan sebagai bentuk sastra yang paling cocok mengekspresikan emosi dan gerak hati, menanamkan budaya jujur kepada anak-anak sejak usia dini, dan juga merupakan cara yang baik mengemas sastra untuk turut andilkan mengembang industri pariwisata dan memperkenalkan harta kekayaan budaya lokal kepada khalayak internasional.   

Kigo atau penanda musim umumnya terdiri dari unsur-unsur: flora, fauna, alam seperti perilaku sungai, astronomi, dan juga dari kolam sosial keagamaan seperti: perayaan kemerdekaan, hari-hari besar keagamaan, festival atau perayaan-perayaan tertentu yang sifatnya berkala diselenggarakan setiap tahun.  Kigo adalah bidang sentuh sastra dengan dunia ilmu pengetahuan sosial yang luas dan juga ilmu pengetahuan alam dan teknologi umumnya.

Haiku di Indonesia sejauh ini telah cukup berkembang.  Seiring waktu kian meningkat penggemar haiku di Indonesia, cukup banyak grup-grup haiku di Indonesia yang memiliki anggota mencapai berpuluh-puluh ribu orang.  Ketika penggiat semakin banyak dan semakin melebar ke berbagai kalangan dan profesi, ketika semakin besar organisasi berkembang, ketika semakin banyak karya-karya bermutu yang bermunculan baik itu dalam bentuk antologi atau bentuk-bentuk lainnya maka sudah saatnya dibentuk Asosiasi Haiku Indonesia, sudah saatnya berbagai kearifan lokal Indonesia dalam haiku karya-karya anak bangsa ini mendapatkan pengakuan Internasional.

Adanya Asosiasi Haiku Indonesia adalah prasyarat mutlak untuk diakui oleh Internasional.  Asosiasi Haiku Indonesia mempunyai misi memperkenalkan karakter bangsa Indonesia, memperkenalkan kekayaan flora dan fauna negrinya, memperkenalkan adat istiadat dan budaya bangsanya ke dalam kancah Internasional.  Sangat banyak hal-hal yang positif lainnya yang bisa digali melalui pengembangan haiku di Indonesia. Dengan haiku kita tidak perlu menjadi Jepang.  Kita tetap dalam karakter kita sendiri, mengangkat harta kekayaan budaya tiap-tiap daerah di Indonesia, memperkenalkan manusianya,  memperkenalkan keberagaman dan toleransinya, memperkenalkan kekayaan flora, fauna, dan keindahan alamnya melalui karya sastra Haiku.

Daftar Kigo Indonesia perlu disusun agar memudahkan penulisan haiku dengan pola pikir alam Indonesia.  Sebagaimana halnya pembentukan Asosiasi Haiku Indonesia, membuat kamus (daftar) kigo Indonesia membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit.  Sejauh ini masalah dana adalah kendala utama untuk menuju ke sana. Mengingat manfaat yang besar dari pengembangan haiku di Indonesia ada baiknya pemerintah melalui departemen atau instansi yang terkait ikut melibatkan diri dalam hal ini.  Memasukkan haiku kedalam kurikulum pendidikan dasar hingga menengah di Indonesia sudah saatnya dilakukan guna menjawab masalah hubungan sastra dengan kemajuan dan pembangunan  fisik di Indonesia.

*****


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun