Bupati Ogan Ilir Sumatera Selatan Ahmad Wazir Noviandi atau biasa akrab disapa Novi yang baru dilantik pada 17 Februari 2016 lalu, digerebek petugas BNN gabungan BNN Pusat dan BNN Sumsel di rumahnya pada Minggu malam (13/3/2016). Bujangan (26 tahun) yang disebut-sebut sebagai Bupati termuda dinyatakan positif menggunakan narkoba jenis sabu bersama keempat rekannya yang juga ditangkap malam itu.
Pada saat penggerebekan ada belasan orang yang tengah berkumpul di rumahnya yang letaknya berdekatan dengan rumah orang tuanya, Mawardi Yahya yang sebelumnya juga merupakan Bupati Ogan Ilir. Wakil Bupati, M Panji Ilyas juga hadir di lokasi. Namun pada Senin (14/3) dinihari Panji keluar dari kantor BNN Sumsel. Novi merupakan Bupati yang berasal Golkar sedangan wakilnya Panji berasal dari PDIP.
Sungguh miris, generasi muda yang berhasil menduduki jabatan terhormat itu ternyata pecandu narkoba. Ketika pelantikan pun Novi dicurigai habis nyabu. Novi telah menjadi target BNN sejak tiga bulan lalu. “Lebih kurang selama tiga bulan sudah kita lihat. Pada waktu pelantikan saja dia (Novi) itu habis pakai. Jelas sekali wajahnya habis pakai,” ujar salah seorang petugas BNN pusat kepada wartawan, di Kantor BNNP Sumsel, jalan OPI Jakabaring, Palembang , Senin (14/3) dini hari.
Kasus Narkoba yang menimpa Bupati termuda ini kembali menggugah pertanyaan, sebegitu mudahkah Parpol menunjuk kadernya untuk maju dalam Pilkada guna meraih jabatan terhormat? Mumpung isu deparpolisasi sedang hangat dibicarakan, saatnya bagi Parpol mengkoreksi diri, meninjau kembali fungsi rekruitment dan kaderisasi partai. Menunjuk kader-kader untuk maju sebagai caleg atau cabup atau cawako atau cagub atau sebagai wakilnya, mekanisme seperti apa yang dilakukan partai?
Seharusnya tidak asal tunjuk hanya berdasarkan pertimbangan kedekatan yang bersangkutan dengan petinggi partai, atau hanya berdasarkan jumlah harta kekayaan yang dimilikinya atau pun sebab populeritasnya sebagai selebriti. Moralitas dan etika politik bangsa ini sedang ambruk. Peran Parpol sebagai lembaga rekruitment dan kaderisasi pemimpin guna mengisi jabatan politik di tingkat pusat dan daerah masih jauh dari yang diharapkan. Padahal mereka itu para pemimpin yang tugas utamanya menggerakkan roda pembangunan, menggali potensi daerah sehingga menjadi sumber daya pembangunan bagi terciptanya kemajuan dan pemerataan hasil pembangunan.
Isu deparpolisasi atau isu delegitimasi Parpol adalah isu penting yang harus dijawab segera oleh segenap pemimpin bangsa ini karena hal ini terkait kredibelitas, kapabelitas, dan integritas para kepala daerah. Fenomena ini, sistim rekruitment dan kaderisasi Parpolnya yang gagal ataukah sistim pemilihan kepala daerahnya yang memiliki banyak celah kelemahan sehingga menghasilkan pemimpin yang asal jadi? Moralitas dan etika politik bangsa ini sedang ambruk, apakah Parpol dapat melihat di mana letak permasalahan utamanya?
******
[caption caption="Sumber Ilustrasi: cdn-2.tstatic.net"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H