Jakarta diguncang bom hari Kamis (14/1) sekitar pukul 10 WIB. Terjadi serangan teroris yang sudah dapat dipastikan didalangi oleh ISIS, terjadi di kawasan Sarinah atau selanjutnya disebut sebagai peristiwa Bom Sarinah. Bom telah meledak, tidak ada lagi terdengar bunyi ledakan atau tembakan. Mayat-mayat dan para korban yang terluka di tempat kejadian telah dibawa ke rumah sakit. Aparat keamanan masih terus sibuk bekerja, menyingkap tabir pelaku yang tewas dan mengejar jaringan yang bekerja di belakang peristiwa itu. Â
Bersamaan dengan ledakan Bom Sarinah, meledak pula bom dalam bentuk lain yakni, bom pemberitaan tentang kejadian itu. Â Bom yang terakhir ini masih terus meladak. Hampir semua media cetak stasiun televisi dan media on line menyanjikan berita, ulasan, komentar, dan opini tentang peristiwa tersebut. Â Â Beragam berita, ulasan, komentar, dan opini bermunculan.Â
Mulai dari foto-foto dan video kejadian yang seru dan mengerikan, komentar para ahli hingga amatiran,  ucapan simpati dan dukungan untuk aparat keamanan yang telah bekerja, munculnya meme lucu dan perlawan dari nitizen dalam bentuk hastag. Hingga bermunculan pula opini atau komentar yang  mendukung aksi terorisme tersebut dari kelompok tertentu dalam bentuk ejekan atau menganggap remeh kerja aparat keamanan yang terlibat, menyebarkan berita hoax yang bertendensi menyesatkan berbagai fakta dan informasi yang sesungguhnya.
Pola-pola serangan di Paris dan Jakarta ada kesamaan. Diawali dengan ledakan pertama yang bertujuan menimbulkan kepanikan dan menarik perhatian aparat keamanan agar berdatangan ke lokasi terbut, lalu disusul dengan serangan berikutnya yang muncul secara tiba-tiba dari dalam kerumunan orang-orang yang menonton atau panik atas kejadian tersebut. Ada ledakan bom bunuh diri, ledakan granat dan senjata api.
Mungkin karena ruang gerak yang sempit untuk mendapatkan senjata api laras panjang, pelaku teror di kawasan Sarinah hanya menggunakan senjata laras pendek hasil rakitan. Terbayang betapa banyaknya korban yang akan berjatuhan bila yang digunakan senjata otomatis laras panjang, yang ditembakan secara membabi-buta ke arah aparat kepolisian dan kerumunan masyarakat sipil. Â
Kemiripan dengan serangan di Paris juga terjadi dalam segi pembentukan opini pembenaran atas peristiwa biadab itu dan beredarnya berita hoax yang bertendensi menyesatkan. Dikatakan seakan-akan peristiwa ini hanyalah suatu kejadian yang direkayasa, Â upaya pengalihan isue, atau pun dikatakan aparat keamanan telah kecolongan dan gagal mengatasi keadaan. Kegiatan teror fisik dan diikuti teror cyber dalam rangka pembentukan atau penggalangan opini adalah pola-pola baru yang harus dicermati secara serius oleh aparat keamanan di Indonesia.Â
Tidak tertutup kemungkinan bahwa salah satu target Bom Sarinah adalah sebagai test the water dalam rangka mengukur seberapa besar kekuatan atau dukungan bagi ISIS di Indonesia.  Tidak betul-betul ditujukan untuk menimbulkan kerusakan besar dan merenggut banyak korban. Para pelaku teror cyber yang bekerja setelah teror fisik terjadi sudah pasti adalah bagian dari jaringan teroris yang tengah mencoba mengkonsolidasikan kekuatannya di dalam negri. Secara fisik mereka belum mampu melawan kekuatan Tim Densus 88 namun secara mental mereka akan terus berjuang untuk eksis, menarik simpati, dan terus mencari dukungan serta memperbesar ruang gerak guna memudahkan mobilisasi bahan, alat, senjata, dan tenaga.
*****
Â
Ilustrasi: