Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

MKD, Mau Dibawa Kemana DPR RI?

24 November 2015   13:50 Diperbarui: 24 November 2015   13:55 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lewat Pramono Anung, Jokowi telah menegaskan bahwa Presiden tidak pernah meminta saham Freeport. Pramono Anung juga menegaskan bahwa saat berhubungan dan berbicara mengenai PT. Freeport Indonesia, Presiden Jokowi selalu berpegang teguh dalam empat konteks: hal yang berkaitan dengan royalty Freeport untuk Indonesia, keharusan Freeport menjalani divestasi, pembangunan smelter, dan pembangunan Papua. “Maka kalau ada siapapun yang mengatasnamakan Presiden, tidak benar. Apalagi soal permintaan saham,” tambahnya.

Sudah jelas bahwa pembicaraan Setya Novanto dan Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia tentang adanya 11% untuk Presiden dan 9% saham untuk Wapres, serta permintaan 49% saham PLTA Urumuka adalah lobi-lobi gelap yang dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan Presiden. Dengan kata lain bahwa perbuatan inilah yang dimaksudkan dengan mencatut nama Presiden.  Kalau Setya Novanto membantah bahwa lobi-lobi yang dilakukannya tidak ada yang salah, atas perintah siapa dia melakukan lobi-lobi itu? Kalau dia bilang atas inisiatifnya selaku Ketua DPR RI, bukankah itu diluar domain legislatif?

Sangat jelas bahwa Setya Novanto bersalah dan bermasalah dengan kelancangannya bernegoisasi dengan pihak Freeport. Rekam jejak Setya Novanto sebagai calo atau makelar atau pemburu rente bukan rahasia umum lagi, namun hanya saja sejauh ini dia mampu berkelit atau KPK kurang cukup bukti untuk menjeratnya.

Sekiranya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menghasilkan keputusan bahwa Setya Novanto tidak bersalah atau tidak terbukti bersalah melanggar etika, lalu atas perintah siapa dia berbicara berkelanjutan hingga tiga kali dengan pihak Freeport, lebih-lebih lagi membicarakan soal permintaan saham?    

Sekarang persoalannya kembali ke MKD dan fraksi-fraksi yang ada di belakangnya, mengadili persoalan ini untuk menjaga wibawa kelompok atau koallisi atau partai atau kah untuk menegakkan wibawa lembaga tinggi negara DPR RI? Apa pun  keputusan MKD akan disimak dan disorot oleh masyarkat. Jangan lupa bahwa pada Pemilu tahun 2019 nanti masalah Freeport akan tetap hangat,  karena di tahun yang sama akan jatuh pembahasan tentang kelanjutan Kontrak Karya PT. Freeport yang akan berakhir di tahun 2021.  Masyarakat sudah pasti tidak akan melupakan bagaimana MKD merespon harapan yang ada di benak sebagaian besar rakyat Indonesia.  MKD mau dibawa kemana DPR RI?

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun