Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penyelidikan Kasus Freeport, Apakah Cukup Diselesaikan di MKD?

17 November 2015   21:06 Diperbarui: 17 November 2015   23:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setya Novanto terjerat kasus lagi setelah berkali-kali lolos dari sekian banyak kasus yang pernah melilitnya. Ia diketahui telah berurusan dengan aparat hukum sejak tahun 1999, namun akhirnya tidak ada satu pun kasus-kasus yang pernah menjeratnya  yang dapat membuatnya mendekam di dalam penjara. Maka tidaklah heran kalau ada yang menyebut Setya Novanto sebagai orang kuat. Lembaga penegak hukum KPK pun paling banter hanya mampu membuatnya hadir sebagai saksi dalam Kasus PON yang menjerat mantan Gubernur Riau Rusli Zainal pada tahun 2012 yang lalu.  Berikut kasus-kasus yang pernah menjerat politikus Partai Golkar itu:

1999 - Kasus pengalihan hak tagih Bank Bali
Pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga merugikan negara Rp 904,64 miliar. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer Rp 500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik Setya, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala.Kasus ini kemudian mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.

2003 - Kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton. 
Setya bersama rekannya di Golkar, Idrus Marham, diduga sengaja memindahkan 60 ribu ton beras yang diimpor Inkud, dan menyebabkan kerugian negara Rp 122,5 miliar. Keduanya dilaporkan pada Februari-Desember 2003 telah memindahkan dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak beras itu belum dibayar.
Setya Novanto hanya diperiksa Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006.

2006 - Kasus penyelundupan limbah beracun (B-3) di Pulau Galang, Batam. 
Setya Novanto disebut-sebut berperan sebagai negosiator dengan eksportir limbah di Singapura.

2012 - Kasus Korupsi Proyek PON Riau 2012
Setya diduga mempunyai peran penting dalam mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan anggaran Pekan Olahraga Nasional di anggaran pendapatan dan belanja negara. Ia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi  pada 29 Juni 2012 sebagai saksi, karena pernah ditemui Gubernur Riau Rusli Zainal untuk membahas PON Riau.
Setya juga diperiksa untuk tersangka Rusli Zainal pada 19 Agustus 2013. Rusli merupakan Gubernur Riau yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dalam kasus perubahan peraturan daerah untuk penganggaran PON. Politikus Partai Golkar itu membantah semua tuduhan dan mengaku tak tahu soal kasus PON.

2013 - Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Nama Setya Novanto disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. 
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR. Setya dituduh meminta fee 10 persen ke Paulus, pemilik Tannos PT Sandipala Arthaputra yang merupakan anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, yang memenangi tender proyek e-KTP. Pertemuan berlangsung tiga kali di Jakarta. 
Namun, ketika ditanya proyek e-KTP, ia membantah tuduhan tersebut. "Saya enggak ikut-ikutan," ujar Setya kepada Tempo, April 2013. Selengkapnya lihat di sini: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/17/078719654/5-kasus-yang-membelit-setya-novanto

Akankah Kasus Freeport kali ini membuatnya terjerat dan mendekam dalam penjara? Dalam Kasus Freeport yang menjerat Setya Novanto kali ini ada tiga poin yang harus dicermati yakni:

Pertama, mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.

Kedua, melakukan lobi bukanlah wewenangnya sebagai anggota legislatif, tugas ini adalah domain eksekutif. Kalau ia melakukan lobi-lobi itu mengatasnamakan posisinya sebagai Ketua DPR RI berarti ia melakukan perbuatan yang menyalahi wewenangnya.

Ketiga, ada upaya memperkaya diri sendiri  dan orang lain dalam perbuatannya tersebut.

Apakah ketiga point tersebut di atas bisa dianggap selesai dengan cara mengadilinya di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)? Apakah ada delik pidana bagi penyelenggara negara di dalam kasus ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun