Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(KC) Mawar Merah Muda

2 Oktober 2015   18:03 Diperbarui: 2 Oktober 2015   22:36 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Beni Guntarman, Peserta Nomor 50

Sepanjang jalan pulang aku memikirkannya. Lambaian tangan dan senyumannya di  tangga pesawat begitu berkesan. Ketika pesawat berlalu, aku masih terpaku di tempat dan memikirkannya.  Hari semakin siang, aku bergegas meninggalkan Bandara Hang Nadim menuju ke kantor.

Kisah tiga puluh tahun silam kembali terbayang. Datang terlambat mengikuti kuliah sore, kita terpaksa duduk di barisan paling belakang. Hanya dua bangku yang tersisa di barisan paling belakang, dan kita hanya bisa mendengarkan suara dosen yang sayup-sayup. Aku kehilangan konsentrasi sementara engkau dengan cepat menyalin apa-apa yang tertera di papan tulis.

Hanya satu mata kuliah sore itu. Ketika hendak meninggalkan ruang kuliah engkau tiba-tiba berkata:”Buru-buru pulang? Lihat pameran bunga yok!?” Ah tentu saja aku setuju nona, kesempatan yang manis datang secara tak terduga. Terbayang bagaimana hebohnya teman-teman melihat aku berjalan denganmu. Bunga kampus, finalis putri remaja yang tak mudah didekati itu pastilah menarik perhatian para mahasiswa.

Ramai pengunjung di pameran bunga se-indonesia itu. Kulirik teman-temanku menggoda dari sela-sela keramaian. Aku cuma senyum-senyum gerah, penampilanku yang udik, masih belum bisa meninggalkan gaya kampung berdampingan dengan dirinya yang cantik dan modis.

“Pilihanmu yang mana?” tanya Rosa, membuatku setengah kaget. Aku bingung melihat semua bunga itu indah. Kulihat mawar yang banyak bunganya, sembari melirik warna pakaian yang dikenakan Rosa. Kutunjuk mawar yang warnanya merah muda dan daunnya terlihat hijau segar. Rosa tersenyum, diraihnya pot bunga itu dan kami pun menghitung jumlah bunganya. Tanpa komentar Rosa langsung membayar bunga itu.

“Plilihan warnanya pas banget, suka warna merah muda ya?” ujarnya sambil melangkah. “Iya, bunganya terlihat cerah, secerah gadis cantik di sampingku” ujarku berkata seadanya. Rosa tersipu, lalu membalas dengan bercanda, katanya:”Ooo..temanku Rahman Setia seorang atlet silat yang terkenal angker itu rupanya pandai merayu”. Suasana cair, kami enak mengobrol ngalar-ngidul sambil melihat-lihat semua stan pameran yang ada.

Jalan Pajajaran tampak sepi, cuaca Kota Bogor yang cerah memancarkan kehangatan di setiap sudut pandangnya. Kami berjalan kaki menuju Jalak Harupat, meninggalkan kampus hijau yang masih ramai dengan para pengunjung pameran bunga-bunga asli Indonesia. Tanpa kata-kata, entah siapa yang lebih dahulu memulai, tangan kami saling bergenggam erat sepanjang jalan menuju ke rumah kostnya.

Bulan dan tahun pun berlalu, cinta terbangun dengan indahnya. Meski sama-sama menyadari bahwa kami telah saling jatuhcinta. Telah begitu dekat satu sama lain. Namun tiada sepatah pun kata cinta yang keluar dari mulut kami berdua untuk mengukuhkan rasa siling memiliki, memastikan pilihan hati. Cinta mengambang bagai biduk dipermainkan gelombang. Keangkuhan hati menjadi penghalang meluncurnya pengakuan seorang hamba cinta bahwa sang kekasihlah yang paling didamba. Sore itu kami bertemu di Taman Kencana, jumpa untuk berpisah.

“Maafkan aku, tiada maksudku menyakitimu” ujarku kepadanya. Rosa menggelengkan kepalanya, katanya:”aku yang salah, ragu-ragu, dan tidak berani berjuang mendapatkan kepastian darimu. Tapi apa hendak dikata, segalanya telah diputuskan oleh orang tuaku. Aku harus pulang Ke Jogya, bulan depan menikah,  dan setelah itu aku akan mengikuti suamiku tugas belajar di Jerman.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun