Roda kehidupan terasa cepatnya berlalu begitu saja. Begitupula dengan kisah cerita antara Ben dan Nadia. Ben adalah mahasiswa muda idealis yang memiliki berbagai cita di masa depan. Pada masa idealis itu, Ben selalu berbagi mimpi besarnya kepada Nadia, sesosok wanita yang selalu ada di hidupnya setiap hari.
Setiap malam, Ben selalu merenungkan dan mengingat sosok Nadia yang polos dan baik hati, karena Ben menyimpan rasa yang mendalam kepadanya.Â
Tak terasa, tujuh tahun lamanya sejak "hari itu", terlewatkan begitu saja. Ben telah berada di masa depan yang dicita-citakannya, ia telah menjadi seorang pria dewasa dengan satu anak laki-laki. Demikian pula, Nadia, ia telah menjadi wanita dewasa yang mempesona, sekaligus peneliti yang diandalkan oleh negara. Ben merupakan lulusan arsitek, ia ahli dalam merancang bangunan gedung.Â
Suatu malam, telepon genggam Ben berdering, ia pun tak asing dengan nomor tersebut. Ternyata Nadia, yang sudah tujuh tahun tak pernah berkontak dengan Ben. Nadia pun mengatakan kepada Ben bahwa ia berada tidak jauh dengan Ben dan meminta untuk bertemu di suatu tempat di pinggiran Ibu Kota. Tanpa basa basi, dengan penuh semangat Ben bergegas menemui Nadia.
Ben terpana, setelah sekian tahun tidak bertatap dengan Nadia. Nadia telah berubah cukup drastis, matanya menatap Ben dengan tajam, dengan penuh senyum berkata "apa kabarmu Ben?" sapa Nadia. Malam itu banyak pembahasan bernuansa nostalgia. Sebetulnya Nadia sedang membutuhkan Ben untuk membantu desain terkait dengan riset yang sedang dilakukan Nadia.
Malam itu, Ben mengetahui banyaknya perubahan yang dialami Nadia. Nadia akan menjadi seorang Ibu sebentar lagi karena ia belum lama telah menikah. Sempat terjadi perdebatan karena mereka tak saling mengabarkan berita pernikahan masing-masing. Hanya satu hal yang tidak berubah dari Nadia, yakni tatapan mata yang cukup lama kepada Ben, seolah ia masih Nadia yang dulu, yang selalu memberikan pengharapan kepada Ben.Â
Saatnya pun tiba, Ben mendatangi kantor riset Nadia. Nadia pun menyambut Ben dengan hangat, selama Ben mengerjakan proyek untuk membantu riset Nadia, Nadia selalu berjalan mendampingi Ben. Sesekali, tangan mereka berdua bersentuhan. Nadia pun tak henti hentinya melempar senyum beserta tatapan mata indahnya, seolah menggoda kembali tenggelam di masa "kampus abu-abu".
Selepas proyek selesai, Ben pun dijamu oleh Nadia untuk menyantap makan siang. Kembali lagi mereka duduk saling berhadapan, sama persis apa yang mereka sering lakukan semasa kuliah dahulu. Pada kesempatan itu, Nadia menanyakan kepada Ben. "Jadi untuk proyek ini kamu aku kasih Fee berapa Ben?" Tanya Nadia. Ben pun menjawab sederhana, ia hanya perlu diberi Fee semangkuk Mie Ayam.
Di dalam hati Ben, jika Nadia membayarnya dengan semangkuk Mie Ayam, Ben kembali memperoleh kesempatan untuk bertemu Nadia lagi dilain waktu. Karena Ben tahu, setelah proyek selesai, Nadia akan kembali tenggelam dalam kesibukan dan begitu pula Ben, sehingga tidak akan ada kepentingan apapun bagi mereka untuk bertemu lagi.
Ben dan Nadia sama-sama tahu, mereka sudah berkeluarga, sehingga sangat rentan dan beresiko jika menjalin persahabatan seperti dulu kala. Terlebih, masih ada cinta yang belum terjawab seperti kisah "Di Bawah Pohon Kampus Abu-Abu".Â
Takdir telah menentukan demikian, Ben harus hidup didalam angan dan bayang-bayang pengharapan dari Nadia. Demikian juga Nadia, ia akan tetap menjadi wanita yang menghantui setiap jejak langkah Ben.Â