Mohon tunggu...
Wahyu Hidayat
Wahyu Hidayat Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Beropini & menikmati penjelajahan di dunia maya. Mari beropini!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

7 Alasan Saatnya Memutuskan Resign

6 April 2015   23:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:27 13961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428336276462929407

Bagi kamu yang aktif di dunia maya mungkin pernah mendengar ungkapan ini “semua akan resign pada waktunya”. Sekilas ungkapan itu terdengar lucu, apalagi kalau sedang menghadapi persoalan di tempat kerja yang membuat kamu berpikir “bener banget nih! Gue musti resign”. Tapi memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan memang perkara yang serius dan gak terdengar lucu karena itu adalah keputusan besar. Sama dengan keputusan untuk memilih sebuah pekerjaan. Butuh waktu juga jawaban jujur dari diri kita untuk menjawab pertanyaan “kenapa sekarang adalah saat yang terbaik bagi gue buat resign?

Dari hasil diskusi bareng teman-teman serta pengalaman pribadi, beberapa alasan ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kamu yang kepikiran untuk resign.


  • Merasa tidak berkembang. Ada kebutuhan lain yang ternyata perlu dipenuhi selain kebutuhan finansial. Kebutuhan itu berkaitan dengan pemenuhan nutrisi otak lewat ilmu, pengalaman juga pengembangan skill yang dimiliki oleh setiap karyawan. Gak jarang, banyak karyawan yang memutuskan resign karena merasa tidak berkembang. Mengerjakan hal yang sama berulang-ulang selama beberapa tahun tentu membuat kita jenuh dan pada akhirnya menurunkan produktivitas serta semangat untuk bekerja. Meskipun kamu menutup-nutupi ke-boring-an hidup kamu dengan mem-posting aktivitas ala-ala di media sosial yang seakan hidup kamu bahagiaaa banget tapi kamu gak bisa membohongi diri bahwa kemampuan kamu ya segitu-gitu aja.

  • Great people, great place. Ungkapan tersebut adalah slogan dari Unilever Indonesia yang punya spirit bahwa tempat kerja kami adalah tempat terbaik bagi karyawan untuk berkembang. Menyambung alasan pertama di atas soal “tidak berkembang”, kita pun perlu melihat apakah perusahaan punya komitmen untuk melihat bahwa karyawan itu aset paling penting loh. Bagi perusahaan yang menempatkan karyawannya sebagai aset terpenting pasti akan melakukan berbagai upaya untuk membuat karyawan nyaman, happy dan kebutuhan terhadap pengembangan diri terjamin. Kita ngomongin soal komitmen ya. Bisa dibayangkan dong, masuk jam 8 pagi terus pulang jam 5 sore, banyak waktu dan tentunya semangat yang kita curahkan bagi perusahaan. Apakah perusahaan komitmen untuk memberikan ruang bagi karyawan untuk berkembang? Apakah perusahaan melihat kebutuhan pengembangan karyawan ini penting?

  • Target VS realita. Biasakan bagi kamu yang baru memulai bekerja di sebuah perusahaan untuk membuat sebuah target. Apa yang akan kamu capai selama bekerja dalam kurun waktu 1,2 atau 3 tahun di perusahaan ini? Pencapaian itu bisa dari segi kemampuan, pengalaman, finansial, intelektual dan banyak lagi (setiap orang punya tolak ukur yang berbeda dalam memaknai target ini). Buatlah daftar pencapaian yang ingin kamu raih selama bekerja di sebuahperusahaan dan yang terpenting tetapkan tenggat waktunya! Setelah itu coba kamu analisis apakah target yang kamu tetapkan selama ini sudah bisa diraih sesuai dengan tenggat waktu yang kamu tentukan? Apakah berjalan mulus? Kenapa bisa meleset dari tenggat waktu? Seberapa dekat lagi kamu mampu meraihnya selama masih bekerja di perusahaan saat ini kamu berada?

  • Lingkungan kerja yang tidak nyaman. Faktor selanjutnya yang banyak melatarbelakangi seseorang untuk resign adalah lingkungan kerja yang dirasa gak nyaman. Ada konflik yang membuat kita justru tidakkonsentrasi bekerja dan cuma kepikiran masalah itu aja. Masalah lingkungan kerja ini juga gak kalah penting karena ketika seseorang merasakan nuansa kekeluargaan, lingkungan yang suportif & bersahabat justru membuat kantor seolah seperti rumah kedua. Konsep lingkungan kerja yang nyaman bisa kamu lihat menjadi sebuah kampanye di Nutrifood dengan mengomunikasikan hashtag #RumahKedua untuk menggambarkan betapa nyamannya bekerja di perusahaan tersebut.

  • Apresiasi kerja. Mengerjakan sebuah pekerjaan dengan sungguh-sungguh sebetulnya jangan diniatkan untuk mendapatkan pujian. Tapi lebih dijadikan sebagai ajang untuk membuktikan siapa diri kita. Beberapa karyawan memanfaatkan “peluang” saat meng-handle sebuah pekerjaan sebagai momen untuk menunjukan kemampuan diri yang selama ini tidak disadari oleh atasan atau mungkin teman kerja lainnya. Meskipun tidak mengharapkan pujian, namun pemimpin yang bisa melihat kesungguhan karyawan dalam bekerja dan memberikan apresiasi minimal berupa pujian adalah bentuk penghargaan yang membuat karyawan merasa diperhatikan. Terlebih jika perusahaan memberikan apresiasi kerja berupa bonus tahunan yang layak atau reward lainnya kepada karyawan yang berprestasi pasti akan menjadi sebuah penyemangat bagi karyawan dan memotivasi karyawan lainnya untuk terpacu berkarya dengan maksimal

  • Offering. Dalam sebuah interview pekerjaan, seorang manajer HRD pernah berkata kepada saya, “bekerja dengan maksimal, gak perlu cari muka, pasti atasan pun akan melihat kinerja kamu. Kalau seandainya atasan kamu tidak melihat kinerjamu, minimal teman-teman kamu sendiri yang akan menyadari kemampuan kamu. Kalau justru divisi kamu gak menyadari kinerja kamu juga, pasti perusahaan lain di luar sana akan melihat betapa berharganya kamu untuk mereka”. Ungkapan ini sekitar 3 tahun lalu cuma saya jadikan sebagai nasehat yang baik untuk dijalankan. Perkembangannya justru saat ini muncul sebuah situs professional networking seperti linkedin yang memfasilitasi karyawan meng-update karya & pengalaman kerja mereka. Uniknya situs ini menjadi wadah bagi HRD ataupun konsultan karir dalam mencari kandidat yang spesifik memenuhi persyaratan kualifikasi seperti yang diinginkan perusahaan. Jadi jangan pernah takut, biarkan karyamu yang bicara. Ketika suatu saat kamu mendapatkan offering (penawaran) pekerjaan dari perusahaan lain maka kamu bisa mengambil peluang tersebut atau justru kamu bisa mengikuti tahapan rekrutmen hanya untuk mengukur seberapa kompetitifnya diri kamu saat ini dibanding dengankandidat lainnya. Kalau pilihanmu jatuh untuk mengambil offering ini secara serius maka pikirkan beberapa faktor seperti jobdesk yang kamu pegang, peran yang akan kamu emban, apa target yang diharapkan perusahaan darimu hingga soal menyangkut soal salary

  • Saatnya kamu jadi pemimpin. Bagi kamu yang punya perjalanan karir mulai dari bawah semisal mengawalinya dari jenjang internship, kemudian menjadi staf junior, berlanjut menjadi koordinator mungkin saatnya kamu memikirkan soal jenjang karir. Tentu kamu tidak ingin berada di posisi yang sama terus menerus bukan? Pikirkan apakah perusahaan ini memberikan peluang bagi kamu untuk menduduki posisi strategisnya? Kalau iya berapa lama waktu yang mereka tawarkan agar kamu bisa menduduki posisi manajerial? Apakah peluang menjadi seorang leader hanya terwujud ketika atasan kamu resign atau pensiun saja? Pernah seorang psikolog menanyakan hal ini kepada saya “apa yang kamu tawarkan sebagai seorang pemimpin?” Pertanyaan ini saya jawab, “saya memulai semuanya dari bawah. Dimulai menjadi seorang anak magang yang pekerjaannya sangat teknis, mem-photocopy, memasukan produk ke dalam goodie bag dan masih banyak perintilan lainnya. Selama ini pula saya banyak berhadapan dengan tipikal pemimpin. Beberapa memperlakukan kami yang bukan siapa-siapa secara posisi dengan penuh perhatian. Tapi tidak sedikit juga yang memperlakukan bawahannya dengan serta merta. Semua itu sudah saya rasakan. Kita tidak pernah tau rasanya menjadi pemimpin sebelum dipimpin. Saya hanya akan menawarkan perlakuan yang manusiawi dan menganggap tim sebagai aset yang perlu diperhatikan kesejahteraan intelektualnya agar bisa berkembang.

Dari beberapa alasan tersebut, seorang konsultan HRD pernah memberikan tips berharga yang rasanya perlu saya share. Beliau berbagi pengalaman bagi siapapun ingin memutuskan untuk resign agar mengukur kemampuan diri apakah diri kita sudah mumpuni sebagai seorang individu mandiri tanpa embel-embel gelar di belakang nama yang mengikuti kita selama ini? Karena nyatanya, selama ini kita selalu dihormati oleh banyak orang karena mereka melihat posisi yang kita duduki di sebuah perusahaan dengan nama yang cukup besar. Tapi siapkah kita meninggalkan gelar serta posisi yang tertera di dalam kartu nama saat berkenalan dengan orang lainnya? Untuk itu, selama kita masih bekerja di sebuah perusahaan manfaatkan nama besar perusahaan untuk membangun personal branding diri kita sendiri. Gunakan nama besar perusahaan untuk menjadikanmu narasumber ataupun pengisi acara di berbagai kesempatan. Jangan hanya perusahaan yang menggunakan kemampuan kamu untuk membangun jaringan bisnisnya, tapi lakukan hal sebaliknya dengan membesarkan namamu dengan memanfaatkan nama besar sebuah perusahaan.

Terakhir berkaitan dengan memilih pekerjaan baru, cobalah untuk jujur pada diri sendiri. Apa yang kamu sukai? Jangan mengerjakan sebuah pekerjaan karena terpaksa, pilihlah pekerjaan yang kamu sukai, cintai dan dapat kamu banggakan. Ketika kamu mencintai pekerjaanmu maka kamu akan bertanggung jawab dan memperoleh manfaat balik atas upayamu serta kesungguhanmu dalam menjalankan amanah yang dipercayakan oleh perusahaan.

Jadi, sudah siap meninggalkan zona nyaman dan “belajar” di tempat lain?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun