Mohon tunggu...
Benedith Maria
Benedith Maria Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kontroversi Brent Spar: Sebuah Contoh Komunikasi Krisis yang Fatal

4 Desember 2017   10:07 Diperbarui: 4 Desember 2017   10:42 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://worldmaritimenews.com

            

Brent Spar merupakan sebuah penyimpanan minyak di Laut Atlantik Utara yang dimiliki bersama oleh Shell dan Exxon. Pada 1994, setelah tidak beroperasi selama lima tahun, kedua perusahaan minyak tersebut ingin melakukan pembuangan terhadap limbah minyak Brent Spar. Akhirnya, Shell menemukan empat pilihan untuk membuang limbah dengan pertimbangan dampak lingkungan, keselamatan, dan teknis. Pilihan pertama yaitu membuang limbah di dataran. Pilihan kedua yaitu menenggelamkan limbah di lokasi Brent Spar. Pilihan ketiga yaitu menguraikan kembali limbah minyak. Pilihan keempat yaitu membuang limbah minyak ke laut dalam (namun masih di laut milik Inggris).

Setelah melalui berbagai pertimbangan, Shell memutuskan untuk melakukan pilihan keempat, dengan alasan biaya yang murah dengan dampak lingkungan yang kecil. Shell meminta izin dari Menteri Perdagangan dan Industri untuk membuang limbah ke laut dalam, dan disetujui pada Desember 1994. 

Pemerintah Inggris pun memberi tahu rencana Shell kepada negara-negara Eropa lainnya. Karena dalam tenggat waktu 60 hari tidak ada negara yang menolak rencana tersebut, maka Pemerintah Inggris memberi izin pada minggu pertama di bulan Mei. Namun pada 30 April, Greenpeace berhasil menguasai Brent Spar. Kontroversi Brent Spar pun berhasil terangkat ke media.

Pada 9 Mei, Menteri Lingkungan dan Pertanian Jerman memprotes Pemerintah Inggris, dengan alasan bahwa pembuangan limbah di dataran belum sepenuhnya diinvestigasi. Namun karena protes tersebut dilayangkan setelah tenggat waktu yang sudah ditentukan, Pemerintah Inggris menolaknya. Selama bulan Mei, Brent Spar menjadi agenda media. 

Pada 20-30 Mei misalnya, Greenpeace menggerakkan para politisi untuk menolak pembuangan limbah ke dalam laut dengan mengumpulkan tanda tangan (semacam petisi). Selain itu pada 26 Mei, kelompok konservatif bergabung dengan kelompok pro lingkungan, untuk meminta konsumen memboikot stasiun pengisian bahan bakar milik Shell. Boikot tersebut efektif di Jerman, Belanda, dan beberapa bagian di Skandinavia.

Kontroversi belum berakhir. Pada 5 Juni, diselenggarakan Konferensi Proteksi Laut Utara di Esjberg, Denmark, yang dihadiri oleh para Menteri Lingkungan dari berbagai negara yang mengelilingi laut utara. Pada pembukaan konferensi semua delegasi resmi (kecuali Inggris dan Norway) mengutuk pembuangan limbah minyak ke dalam laut. Pada 6 Juni, Menteri Lingkungan Jerman, Angela Merkel, meminta pemberhentian pembuangan limbah minyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun