Deru ombakmu, terus terngiang di kepala, seolah memanggilku untuk kembali bersua denganmu, dan aku bernazar, cerita kita pasti terulang pada waktu dan momen yang tepat
Hari masih pagi ketika aku dan May meninggalkan Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Jalanan yang masih lengang menghantar kami tiba tepat waktu di stasiun awal keberangkatan yaitu stasiun Rawa Buaya. Tujuan wisata kali ini ialah Pantai Rawa Bolong  Karanganyer, Banten.
Dengan sedikit pengalaman dan berbekal keberanian, kami bertolak dari stasiun Rawa Buaya dengan Commuter Line (KRL) menuju stasiun transit Duri. Dari stasiun Duri berpindah krl menuju Stasiun Tanah Abang dan berpindah krl lagi ke arah stasiun Rangkasbitung. Butuh waktu dua jam hingga kami tiba di stasiun Rangkasbitung.
Perjalanan tak sampai di situ. Setelah tiba di stasiun Rangkasbitung, kami mengantri  pengecekan tiket untuk keberangkatan menuju stasiun Krenceng. Dari Stasiun Rangkasbitung ke Krenceng, kami menggunakan layanan kreta lokal dengan membayar tiga ribu rupiah.
Apakah ada yang berbeda? Tentu ada. Yang paling menyolok ialah viewnya. Saat menggunakan kreta lokal, kami disuguhkan dengan panorama yang indah. Melewati hamparan sawah, perkebunan dan hutan, terasa menyenangkan dan menyegarkan mata. Semua itu berlangsung satu setengah jam hingga kami tiba di stasiun Krenceng, Banten.
Saat keluar kreta, mentari tepat berada di atas kepala kami. Hawa panas terasa menyengat dan membakar kulit. Beruntung, angkutan umum menuju pantai sudah siap berangkat sehingga kami langsung bergegas dengan tanpa menunggu lama.
Di jalan, tak ada obrolan berarti. Kami menikmati traveling dengan di kiri dan kanan  dipenuhi pabrik. Kendaraaan bermuatan berat pun kerap dijumpai di sepanjang jalan.
Waktu empat puluh menit pun berlalu dan kami pun tiba di gerbang pantai Rawa Bolong. "Ayo turun di sini", kata pak sopir. Tak banyak kendaraan yang terparkir dan suasana di luar pantai tampak sepi. "Kita makan dulu ya, laper ni" kataku pada May. Dengan membayar lima puluh ribu, nasi dan ayam geprek membuat perut kami terisi. "Lumayan worteed," kata May.
Momen yang ditunggupun tiba. Kami masuk dan petugas memberi kami tiket "Lima belas ribu per orang bang" katanya. Dari gerbang masuk, nampak tak ada hal yang luar biasa. Tetapi ternyata, bukan di situ yang ikonnya. Seorang pedagang meminta kami  untuk mendaki di trowongan bebetuan besar dengan anak tangga yang curam.
Betapa kami sangat terkagum dengan keindahan alam yang sangat menakjubkan saat tiba di puncaknya. Amat luar biasa dan tak bisa kulukiskan dengan kata-kata. Viewnya sangat keren, memanjakan mata dan membuat hati berbunga-bunga.
Sebagai penikmat seni dan keindahan, keterpesonaanku tak sanggup lagi kubahasakan dengan kata-kata. Aku hanya terkagum sambil terdiam. Amazing. Ini luar biasa. Rasa capek lelah dan letih terbayarkan semuanya dengan panorama yang sungguh mengagumkan.