Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Freelancer - freelanecer

Menulis ialah caraku mengasah kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pantai Rawa Bolong dan Cerita yang Tak Terlupakan

2 April 2024   08:40 Diperbarui: 2 April 2024   09:00 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deru ombakmu, terus terngiang di kepala, seolah memanggilku untuk kembali bersua denganmu, dan aku bernazar, cerita kita pasti terulang pada waktu dan momen yang tepat

Hari masih pagi ketika aku dan May meninggalkan Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Jalanan yang masih lengang menghantar kami tiba tepat waktu di stasiun awal keberangkatan yaitu stasiun Rawa Buaya. Tujuan wisata kali ini ialah Pantai Rawa Bolong  Karanganyer, Banten.

Dengan sedikit pengalaman dan berbekal keberanian, kami bertolak dari stasiun Rawa Buaya dengan Commuter Line (KRL) menuju stasiun transit Duri. Dari stasiun Duri berpindah krl menuju Stasiun Tanah Abang dan berpindah krl lagi ke arah stasiun Rangkasbitung. Butuh waktu dua jam hingga kami tiba di stasiun Rangkasbitung.

Perjalanan tak sampai di situ. Setelah tiba di stasiun Rangkasbitung, kami mengantri  pengecekan tiket untuk keberangkatan menuju stasiun Krenceng. Dari Stasiun Rangkasbitung ke Krenceng, kami menggunakan layanan kreta lokal dengan membayar tiga ribu rupiah.

Apakah ada yang berbeda? Tentu ada. Yang paling menyolok ialah viewnya. Saat menggunakan kreta lokal, kami disuguhkan dengan panorama yang indah. Melewati hamparan sawah, perkebunan dan hutan, terasa menyenangkan dan menyegarkan mata. Semua itu berlangsung satu setengah jam hingga kami tiba di stasiun Krenceng, Banten.

Saat keluar kreta, mentari tepat berada di atas kepala kami. Hawa panas terasa menyengat dan membakar kulit. Beruntung, angkutan umum menuju pantai sudah siap berangkat sehingga kami langsung bergegas dengan tanpa menunggu lama.

Di jalan, tak ada obrolan berarti. Kami menikmati traveling dengan di kiri dan kanan  dipenuhi pabrik. Kendaraaan bermuatan berat pun kerap dijumpai di sepanjang jalan.

Waktu empat puluh menit pun berlalu dan kami pun tiba di gerbang pantai Rawa Bolong. "Ayo turun di sini", kata pak sopir. Tak banyak kendaraan yang terparkir dan suasana di luar pantai tampak sepi. "Kita makan dulu ya, laper ni" kataku pada May. Dengan membayar lima puluh ribu, nasi dan ayam geprek membuat perut kami terisi. "Lumayan worteed," kata May.

Momen yang ditunggupun tiba. Kami masuk dan petugas memberi kami tiket "Lima belas ribu per orang bang" katanya. Dari gerbang masuk, nampak tak ada hal yang luar biasa. Tetapi ternyata, bukan di situ yang ikonnya. Seorang pedagang meminta kami  untuk mendaki di trowongan bebetuan besar dengan anak tangga yang curam.

Betapa kami sangat terkagum dengan keindahan alam yang sangat menakjubkan saat tiba di puncaknya. Amat luar biasa dan tak bisa kulukiskan dengan kata-kata. Viewnya sangat keren, memanjakan mata dan membuat hati berbunga-bunga.

Dokpri
Dokpri

Sebagai penikmat seni dan keindahan, keterpesonaanku tak sanggup lagi kubahasakan dengan kata-kata. Aku hanya terkagum sambil terdiam. Amazing. Ini luar biasa. Rasa capek lelah dan letih terbayarkan semuanya dengan panorama yang sungguh mengagumkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun