Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Freelancer - freelanecer

Menulis ialah caraku mengasah kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memilih yang Tepat Tidak Selalu Mudah, Kita Perlu Melakukan Hal-hal Ini

18 Oktober 2018   14:37 Diperbarui: 18 Oktober 2018   14:58 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.co.id/search?q=bimbang+memilih+pekerjaan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjnzZilvI_eAhVVWH0KHUHwAuEQ_AUIDigB&biw=1538&bih=834#imgrc=N7yZJaM1PgcyqM:

Kita tentu tidak asing dengan kalimat ini, "Hidup adalah pilihan." Jika kita merenung lebih dalam, perkara hidup sehari-hari ialah perkara memilih. Dari bangun pagi, hingga pergi tidur di waktu malam, kita menghadapi beragam pilihan.

Apakah kita memilih untuk bangun tepat pada waktunya, pergi ke kantor, kampus, atau tempat kerja pada waktunya, memilih makanan mana yang kita konsumsi, baju apa yang kita pakai, dan banyak lainnya yang menuntut kita untuk harus memilih.

Kalau kita mengkategorikan setiap pilihan, tentu ada pilihan yang mudah, sedang, dan berat. Pilihan itu mudah jika kita tidak membutuhkan waktu yang lama atau pertimbangan yang masak untuk memilih. Tingkatan sedang bisa kita kata "sedikit membutuhkan pertimbangan", dan pilihan yang berat ialah pilihan yang menuntut kita untuk mempertimbangkan secara matang, sebab pilihan itu menentukan masa depan kita pun orang lain.

Tentang pilihan yang berat, semua orang setuju bahwa hal itu tidak mudah dilakukan. Untuk sungguh-sungguh memilih secara tepat, apa lagi bila berhadapan dengan pilihan yang penting, kadang membutuhkan waktu yang panjang dan melelahkan.

Seorang pastor pernah bercerita. Suatu hari ia harus meminta seorang karyawati yang bekerja di sebuah seminari untuk berhenti bekerja. Keputusan untuk meminta mundur seorang yang karena usianya sulit bekerja, sungguh tidak mudah. Di satu sisi, gaji ibu tua itu, menghidupkan keluarganya. Suaminya sudah tua, dan anak-anaknya pengangguran.

Namun di sisi lain si pastor harus meminta si ibu untuk mundur. Sebab jumlah seminaris semakin banyak. Si ibu tidak mampu lagi untuk mengangkat periuk dan peralatan dapur yang ada. Ibu itu juga sering sakit-sakitan, karena usianya yang semakin tua dan setiap pagi harus menempuh perjalanan jauh ke tempat kerjanya.

Cerita lain datang dari seorang guru spiritual. Jumlah murid yang semakin banyak di tempat pembinaannya, menuntut sang guru harus berani mengambil sikap terhadap para murud yang bandel dan tidak mengikuti aturan di sekolahnya. Ia menemukan seorang murid yang sering tidur saat berdoa, tidak mengikuti kegitan bersama, dan hidup hariannya sangat ngawur.

Dengan penuh semangat sang guru berusaha mendekati murid itu agar dia berubah. Namun semakin diberi perhatian khusus, hidupnya semakin tidak jelas. Ia bahkan menjadi pemberontak saat dinasihati atau ditegur.  Karena tidak sanggup lagi, guru itu meminta si murid, pulang ke rumahnya. Sang guru sangat keberatan, sebab murid itu yatim piatu. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Ada banyak cerita lain yang kita jumpai dalam hidup sehari-hari. Entah pengalaman kita sendiri pun pengalaman orang lain. Dan kita harus mengakui bahwa memilih tidak selalu mudah. Perkara memilih pada hakikatnya ialah perkara melepaskan. Ketika kita memilih yang satu, kita harus melepaskan yang lain.

Sebelum kita masuk daalam cara kita dalam memilih, rasanya saya perlu berbagi pengalamana tentang susahnya memilih. Saat SMA, salah satu pengalaman yang masih terekam jelas dalam memori saya ialah saat harus memilih jurusan.

Jujur, pengetahuan yang saya peroleh di SMP, belum sungguh-sungguh memampukan saya untuk memilih, apa lagi memilih jurusan yang nanti berdampak pada jurusan saat kuliah, dan tentu dunia kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun