Setelah mengulik dari beberapa sumber dan kamus besar, toleransi dalam pandangan agama dan kebudayaan saat ini bisa kita pahami sebagai suatu sikap, tindakan, perbuatan, dan perilaku yang tentunya melarang adanya diskriminasi atau pengkotak-kotakan terhadap setiap golongan atau sistem yang dengan kata lain "berbeda" dalam suatu suatu kondisi masyarakat.Â
Hal ini seharusnya sudah bisa terkoordiniir dengan baik antar lapisan masyarakat, melihat dari budaya saling menghormati dan rasa toleransi yang dijunjung tinggi di Indonesia sejak jaman nenek moyang kita. Seperti misalnya toleransi dalam konteks agama, dimana kita harus bisa saling menghormati kondisi, budaya, cara berdoa dan beribadah agama-agama lain.Â
Selain itu, kita juga tidak diperbolehkan untuk memandang agama mana yang paling baik dan agama mana yang paling buruk. Jadi kesimpulannya, toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Dapat saya tambahkan bahwa pada sila pertama dalam Pancasila pula, sudah disebutkan bahwa keyakinan untuk bertaqwa kepada Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing merupakan suatu hal yang mutlak dan harus ditolerir. Dengan begitu harapannya seluruh umat beragama dapat saling menghargai sehingga dapat tercipta rasa persaudaraan dan kerukunan antar umat beragama. Namun sayangnya, di Indonesia akhir-akhir ini malah banyak terjadi kasus yang penyebabnya mengusung masalah keagamaan. Seperti misalnya kasus yang akan saya jadikan pembahasan di bawah ini.
Sebuah penyerangan terhadap kegiatan umat beragama terjadi lagi di daerah Yogyakarta pada hari Minggu, 11 Februari 2018. Tepat sekitar pukul 07.30, seorang pria asing tak tahu berasal darimana tiba tiba datang membawa senjata tajam, melakukan teror membabi-buta tak terduga dengan menyusup dan mengamuk di dalam Gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta.Â
Pada saat teror terjadi, kondisi gereja tersebut dalam suasana khidmat karena sedang melakukan kegiatan ibadah misa pagi. Beberapa aparat polisi dan juga saksi mata mengungkapkan, bahwa orang asing yang membawa pedang tajam tersebut dengan sigapnya berhasil menakuti- nakuti petugas yang berjaga di depan gereja dan langsung menyusup pintu masuk, berlari menuju altar sembari menyabetkan pedangnya ke arah jemaat.Â
Dua orang jemaat pun menjadi korban karena tubuhnya terluka terkena sabetan pedang. Romo Prier SJ yang memimpin misa pagi itu juga ikut terluka terkena sabetan pedang. Pelaku mengayunkan pedangnya ke segala arah dan menghancurkan patung Yesus serta Bunda Maria yang ada di mimbar depan.
Dari kasus ini kita bisa belajar banyak hal, bahwa memang ada sebagian masyarakat di sekitar kita yang masih memandang agama sebagai suatu hal yang berbau fanatik, yakni seperti menganggap agamanya sendiri paling benar dan merendahkan agama lain.Â
Rasa fanatisme itu bisa muncul setiap saat dan bagi beberapa orang yang belum memahami betul mengenai bertoleransi. Nah, kita sebagai generasi muda anak bangsa Indonesia, seharusnya bisa untuk menanamkan toleransi antar umat beragama dalam perilaklu kita sehari-hari. Selain itu, tentunya kita perlu banyak berdoa dan berwaspada akan segala sesuatu yang mungkin terjadi di dunia luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H