Seiring dengan melangkahnya demokrasi Indonesia yang dinamis, teknologi turut memainkan peran yang kian penting. Salah satu kemajuan teknologi yang mencuat adalah dibentuknya Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (SIREKAP). Setelah debutnya dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 (Pilkada), SIREKAP kembali digunakan dalam Pemilihan Umum 2024 untuk membantu mengumpulkan dan menghitung suara (Ayu, 2024). Namun, di balik implementasinya dalam proses pengumpulan dan perhitungan suara, SIREKAP tidak luput dari tantangan dan kontroversi yang berkembang di kalangan masyarakat.
SIREKAP sendiri kini menjadi simbol modernisasi dalam sistem pemilihan Indonesia. Dengan dasar teknologi informasi, aplikasi ini berperan dalam mempublikasikan hasil penghitungan suara dan rekapitulasi lebih awal. Didesain untuk meningkatkan transparansi, SIREKAP turut memberdayakan petugas pemungutan suara dengan mengunggah dokumen hasil pemilihan, yakni Formulir C-1, setelah proses penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) selesai dilakukan.
Untuk menjalankan fungsi utamanya, SIREKAP memanfaatkan dua teknologi kunci dari computer vision, yakni Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR). Teknologi OCR bertugas menganalisis gambar Formulir C-1 dan mengubah isinya menjadi data digital, sementara OMR membaca tanda centang pada formulir untuk menentukan pilihan suara. Data yang dihasilkan dari kedua teknologi ini kemudian diintegrasikan untuk menghasilkan rekapitulasi suara.
Meskipun memiliki awal yang menjanjikan pada Pilkada 2020 di Kabupaten Semarang, implementasi SIREKAP tidak luput dari tantangan. Mulai dari gangguan teknis hingga kekhawatiran akan keamanan data dan potensi manipulasi di dalam sistemnya. Bahkan, operator dari SIREKAP yang merupakan petugas pemungutan suara sendiri masih ada yang belum terbiasa dalam mengoperasikan teknologi ini (Gauru, Martini and Alfirdaus, 2022). Kerentanan sistemik ini kemudian menimbulkan pertanyaan terkait keandalan dan kesiapan SIREKAP dalam menjalankan peran krusialnya dalam pesta demokrasi ini.
Kembalinya SIREKAP dalam Pemilihan Presiden 2024 disambut dengan kontroversi. Pertanyaan mengenai keandalan, keamanan, dan efektivitasnya kian mengemuka, seiring dengan panasnya panggung demokrasi Pemilihan Presiden 2024 ini. Temuan dari para ahli KPU tentang data yang ditampilkan tanpa proses verifikasi menimbulkan ketidakpastian akan akurasi sistem. Hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan suara tak terduga yang menimbulkan keraguan publik terhadap validitas hasil.
Kendala teknis dan lonjakan suara yang tidak terduga menjadi sorotan utama dalam implementasi SIREKAP di Pemilihan Presiden 2024. Gangguan teknis seperti kesalahan pemrosesan OCR/OMR mengakibatkan data yang dimasukkan pada sistem menjadi tidak sesuai dengan aslinya.Â
Hal ini diperparah dengan minimnya proses verifikasi sehingga data yang salah tersebut menjadi isu panas yang bergulir di tengah masyarakat. Infrastruktur sistem yang tidak disiapkan dengan baik juga menyebabkan keterlambatan dan ketidaksinkronan data. Bahkan, terdapat laporan yang menyebutkan bahwa proses pengunggahan gambar memakan waktu hingga 5 menit (Rakagunarto, 2024).Â
Seharusnya, penggunaan sistem yang krusial secara masif ini harus dibarengi dengan persiapan yang lebih matang sehingga dapat meminimalisir isu-isu yang dapat memicu ketidakpercayaan publik dan mengganggu kredibilitas proses pemilu. Langkah-langkah pengujian dan sosialisasi yang masif harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan. Dengan begitu, sistem ini hanya akan dipublikasikan setelah komponen penunjang di dalamnya sudah benar-benar matang dan stabil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H