Mohon tunggu...
Benedicto Andika
Benedicto Andika Mohon Tunggu... Mahasiswa - A student of life

Seorang pelajar dengan ide yang banyak untuk dituangkan ke dalam medium tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kemunafikan Negara-Negara Barat dan Komedi Politik di PBB

2 November 2023   16:21 Diperbarui: 3 November 2023   14:16 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krisis Israel-Gaza: AS memveto resolusi Dewan Keamanan, via news.un.org

Presiden Demokrat terbaik Amerika, Franklin D. Roosevelt, adalah orang yang memainkan peran penting dalam pembentukan PBB. FDR selaku Presiden Amerika Serikat saat itu terlibat dalam perencanaan dan diskusi yang akhirnya berujung pada berdirinya PBB. Beliau mengusulkan sebuah organisasi internasional pascaperang untuk membantu mencegah konflik di masa depan dan menjaga perdamaian dunia. Visi FDR untuk PBB dituangkan dalam Piagam PBB yang disusun dan disepakati dalam konferensi tahun 1945 yang dikenal dengan Konferensi San Francisco. 

Pada saat yang sama, Amerika juga mencintai Nelson Mandela, yang terutama dikenal karena perannya sebagai pemimpin dalam perjuangan melawan apartheid di Afrika Selatan dan atas upayanya untuk mempromosikan perdamaian, keadilan, dan rekonsiliasi di negara tersebut. Bagi hampir semua orang Amerika, yang ada hanyalah pujian dan kasih sayang untuk Nelson Mandela.


Namun menilai dari situasi terkini dan meningkatnya konflik antara Israel dan Hamas yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya, tidak ada bukti yang dapat meringankan pemerintah Amerika Serikat dan Inggris untuk tidak dicap sebagai munafik.

Bagaimana bisa? Ini seperti sebuah gambaran satir yang saya lihat beberapa hari yang lalu, yang menyampaikan pesan mengenai sebuah poin penting tertentu yang akan menentukan apakah negara-negara Barat harus melakukan intervensi dan memberikan bantuan kepada negara-negara yang berkonflik. Apa poin kuncinya? Gambar satir tersebut menyiratkan mereka, negara-negara barat khususnya Amerika dan Inggris, harus melihat ras atau kewarganegaraan orang-orang yang terkena dampak terlebih dahulu sebelum mereka memutuskan apakah mereka harus "datang dan menyelamatkan mereka", karena secara teknis mereka memiliki kekuatan untuk ikut campur dalam situasi domestik setiap negara. 

Ini halnya sangat berkaitan dengan tindakan dan reaksi Pemerintahan AS, khususnya dari Presiden Joe Biden sendiri, yang mencerminkan ignorance yang amat besar terhadap betapa banyaknya korban-korban tak berdosa di Gaza yang saat ini terus-terusan di dibombardir oleh Administrasi Netanyahu dan IDF, militer nasional Negara Israel. Biden dan administrasinya tak henti-hentinya menyatakan dukungan kolosal terhadap Netanyahu untuk "membasmi Hamas" dengan segala cara yang dibutuhkan. Terlebih lagi, baru-baru ini pemerintah AS memberikan lampu hijau penuh "with no red lines", atau dalam artian Indonesia, tanpa  batas, kepada Netanyahu untuk 'menyelesaikan tugas' mengalahkan Hamas (jika memang hal tersebut merupakan motif yang "sebenarnya") . Baca saja pernyataan juru bicara AS di bawah ini:

via X
via X

Ini adalah pernyataan yang sangat berbahaya terhadap kaum di Gaza - tak hanya orang Muslim, namun bebagai etnis dan bahkan para tenaga kerja penolong seperti kesehatan, kebutuhan makanan, dan sebagainya - yang sangat mirisnya, ikut imbas menjadi korban juga, dalam artian kehilangan nyawa. Selain itu, pernyataan ini sangat merusak kredibilitas dari negara yang memprakarsai perdamaian dunia dan membentuk PBB itu sendiri (yang kini kredibilitas dan fungsinya merosot dan dipertanyakan sangat tajam, alhasil dari veto AS) setelah Perang Dunia Kedua.


Selain itu, media massa Barat juga ikut ambil bagian dalam kemunafikan yang memalukan ini. Media seperti CNN dan lainnya dari Amerika, dan BBC yang dimiliki oleh pemerintah Inggris (mewakili masyarakat Inggris, hal ini penting untuk diperhatikan), jelas dalam kecenderungan mereka untuk melaporkan terutama-jika tidak hanya-penderitaan dan pembunuhan orang Israel oleh Hamas, dan tentang para sandera. 

Maksud saya, salah satu tujuan utama dan mulia jurnalisme memang untuk mengangkat pentingnya implikasi dari kejahatan duniawi, khususnya dalam hal ini: perang dan pembunuhan. Namun yang menjadi persoalan serius (dan sangat klise, sebenarnya) adalah, apakah orang Israel satu-satunya korban yang tak berdosa di sini? 

Pada tanggal 30 Oktober 2023, jumlah korban jiwa warga Palestina telah meningkat melewati 8.000 orang, kata kementerian kesehatan Gaza. Saya ulangi, 8 ribu warga Gaza yang tidak bersalah terbunuh setelah PM Israel Netanyahu mengumumkan operasi darat dan udara ke Gaza, yang pada dasarnya memusnahkan wilayah tersebut, dan bahkan Tepi Barat atau yang dikenal sebagai West Bank, wilayah lain yang berada di bawah kendali Otoritas Palestina, yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan serangan Hamas ke Israel. Ilustrasi perbandingan bom Hiroshima dan Gaza di bawah yang ironisnya tampak serupa saat ini, mungkin sangat dapat membuat perut Anda sakit:

Pengeboman Israel ke Gaza sudah hampir mencapai skala pengeboman di Hiroshima, via TRT World
Pengeboman Israel ke Gaza sudah hampir mencapai skala pengeboman di Hiroshima, via TRT World

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun