Salah satu hasil kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat adalah “menjadikan” Indonesia salah satu anggota TPP (Trans-Pacific Partnership) yang dicanangkan oleh Obama dan diikuti oleh dua belas negara lain di Lautan Pasifik di antaranya Jepang, Kanada, New Zealand, Vietnam, Chile, Peru, dan Meksiko.
Dalam dunia modern di mana waktu dan ruang sudah tidak menjadi masalah yang besar dalam hal ekonomi dan politik, maka menggabungkan diri untuk menjadi anggota TPP merupakan sebuah keputusan yang tepat dari pemerintah. Namun harus diakui bahwa tidak ada organisasi yang dibentuk di dunia ini tanpa motif atau alasan.
Menarik untuk melihat kembali proses terbentuknya TPP. Amerika Serikat adalah promotor utama pembentukan TPP. Tentunya Amerika Serikat memiliki maksud-maksud tertentu untuk menjadi promotor. Antara lain Amerika Serikat menginginkan sebuah komunitas perdagangan di mana regulasi perdagangannya sama, seperti yang dimiliki oleh Amerika Serikat sekarang ini.
Selain itu komunitas perdagangan ini bisa menjadi wilayah di mana Amerika Serikat bisa menjual produk dan jasa mereka kepada kurang lebih 800 juta orang (kalau Indonesia bergabung berarti mencapai 1 milyar lebih orang) yang kurang lebih sama dengan 40% PBI ekonomi global.
Dibalik kedua tujuan ekonomis tersebut, Amerika Serikat juga memiliki tujuan politis yang tidak kalah pentingnya yakni menghambat pengaruh China yang semakin kuat di Lautan Pasifik, tempat di mana Amerika Serikat memiliki pengaruh yang kuat selama ini. Bagi banyak kalangan, munculnya TPP ini lebih merupakan alasan geopolitik daripada komersial. Bagi Amerika Serikat memelihara hegemoni dunia yang sudah dimilikinya, yang kini sedang diancam oleh perkembangan China, menjadi alasaan yang penting untuk menyatukan kawasan Pasifik dalam genggamannya.
Hal ini terbukti dari tema-tema yang dibahas dalam TPP. TPP tidak banyak membicarakan masalah penurunan pajak (ekspor dan impor), subsidi di bidang pertanian, atau kuota impor. Hal yang sangat penting bagi negara di luar Amerika Serikat untuk masuk dalam perdagangan dengan Amerika Serikat, karena sulitnya masuk ke pasar Amerika Serikat! Justru tema-tema yang dibicarakan adalah hak kepemilikan intelektual, peraturan lingkungan hidup, standarisasi dan perlindungan investasi. Tema-tema yang justru menekan negara-negara di luar Amerika Serikat.
Masalah yang paling besar dalam dunia perdagangan dengan Amerika Serikat adalah membongkar ribuan aturan pajak yang dibebankan pada hasil produk Amerika Serikat yang masuk di pasar Asia dan menghilangkan berbagai aturan pajak bagi hasil produk Asia yang masuk ke pasar Amerika Serikat. Seandainya masalah ini dibicarakan di TPP maka akan mendatangkan keuntungan bagi Indonesia, yang mengalami kesulitan untuk masuk ke pasar Amerika Serikat.
Namun demikian harus disadari, walaupun masalah pajak ini dibicarakan di TPP, tetap saja tidak akan membawa keuntungan besar bagi Indonesia. Karena hampir semua negara berusaha mengurangi beban pajak dalam beberapa tahun terakhir ini. Selain itu semua negara memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara pembeli atau penjual. Ini berarti peraturan mengurangi beban pajak sebenarnya tidak memiliki dampak yang besar.
Dampak yang paling besar akan dirasakan oleh Indonesia mungkin dalam hal kesamaan aturan perdagangan, yang merupakan hal terpenting dari TPP. Memiliki standar peraturan perdagangan yang sama bagi semua anggota TPP akan mengintegrasikan perekonomian di Pasifik sama seperti yang terjadi di Uni Eropa sekarang ini. Persoalannya mampukah Indonesia untuk terlibat secara aktif dalam TPP ini? Ataukah kita hanya dianggap sebagai pasar dan bukan pelaku pasar?
Beberapa tema lain yang menarik antara lain pemberlakuan standar kerja yang disyahkan oleh ILO. Tema ini dipastikan akan menguntungkan Indonesia. Artinya tenaga kerja Indonesia akan memiliki standar regulasi yang sama dengan Amerika Serikat. Tapi bisa saja para pengusaha Indonesia akan menolak tema ini dan menjadi masalah besar dalam geopolitik perekonomian lokal Indonesia.
Tema lain seperti membatasi intervensi pemerintah dalam hal mengontrol aliran internet justru akan menguntungkan masyarakat Indonesia, kalau internet dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi atau bisnis. Selain itu juga, menempatkan tema perlindungan lingkungan hidup, merupakan tema yang paling penting bagi Indonesia. Intervensi dunia atas masalah asap di Indonesia bisa menjadi topik dunia, yang akan menekan pemerintah dan pengusaha untuk senantiasa menghormati lingkungan hidup.