Siapa bilang cerai itu sulit? Proses perceraian bukan merupakan hal yang rumit sekarang ini. Apalagi kalau punya uang. Dalam banyak kasus di negara ini, yang hendak bercerai malahan sering tidak menghadiri sidang gugatan perceraian. Cukup membayar jasa pengacara dan biaya "lain lain", maka urusan cerai hampir semudah membalik telapak tangan. Yang sulit itu adalah menjalani babak baru kehidupan pasca perceraian. Jaman sudah berubah. Gerakan kesetaraan gender memposisikan wanita pada level yang sama derajatnya dengan pria. Bahkan secara statistik, sekarang ini  gugatan cerai lebih banyak diajukan dari pihak wanita. Menarik bukan?Â
Wanita jaman sekarang banyak yang secara finansial independen, punya jenjang karir dan pendidikan yang cukup baik, sehingga ketakutan untuk bercerai dan hidup sendiri, semakin terkikis. Wanita adalah makhluk yang sangat self sufficient.Bahkan di negara Barat yang modern, keputusan seorang wanita untuk mengandung tanpa suami, bukanlah dianggap aneh dan tabu. Wanita dapat "meminta" sperma dari donor yang sesuai kriteria, menanamkan sperma tersebut dengan bantuan dokter dan teknologi canggih, mengandung, melahirkan dan kemudian membesarkan sendiri anak yang dikehendakinya.Â
Suka tidak suka, kita tetap harus angkat topi dengan kenyataan bahwa wanita lebih bisa melakukan segala sesuatu secara "sendiri" Â dibandingkan laki laki. Ketika banyak teman wanita berkonsultasi dengan saya mengenai rumah tangga mereka, dan sedang dalam proses menentukan apakah akan bertahan atau bercerai, maka saya sebagai seorang sahabat, selalu mengatakan hal ini kepada yang curhat, bukan untuk mempengaruhinya mengambil keputusan, tetapi sekedar membuka wawasannya agar bisa berpikir lebih matang sebelum mengambil tindakan bercerai.Â
Sebagai seorang sahabat yang baik, tidak ada yang lebih saya inginkan selain melihat teman hidup bahagia (dengan atau tanpa suami). Yang menjalani konsekuensi dari perceraian adalah yang bersangkutan. Saya tidak pada kapasitas menghakimi bahwa bercerai itu haram, dan harus bertahan dalam pernikahan.Â
Bukan saya yang merasakan penderitaan maupun kebahagiaannya. Saya hanya bisa mendukung dan mendoakan agar apapun keputusan yang diambil, itu adalah yang terbaik. Keputusan yang membawa sahabat saya menjalani hari esok dengan lebih bahagia dan tenang.Â
3 Hal Yang  Patut Ditanyakan  Kepada Diri Sendiri Sebelum Memutuskan Untuk Bercerai.
1. Apakah Dia Seorang Suami Yang Baik?
Suami yang baik secara umum adalah pria baik baik yang mencintai istrinya, memuaskan istrinya lahir batin, penyayang dan hormat dengan keluarga istri, tidak kasar apalagi suka memukul. Suami yang baik bukan pria sempurna yang dalam segala hal tidak pernah berbuat salah. Tidak seorangpun sempurna. Bahkan sebaik baiknya kita wanita berusaha, toh kita juga bukan perempuan sempurna. Milikilah sisi manusiawi untuk bisa menerima kekurangan maupun memaafkan kekeliruan suami sebagai bagian dari dirinya menjadi manusia biasa, yang dengan luar biasa mencoba terus mencintai istrinya.Â
2. Apakah Dia Seorang Ayah Yang Baik?Â
Wanita manapun yang memutuskan memiliki anak, saya percaya akan menaruh kepentingan anak anak diatas kebutuhan dirinya. Hanya orang tidak egois yang bisa menjadi seorang ibu. Ayah yang baik adalah pria yang perhatian dan sayang dengan anak anaknya. Terlibat dalam pendidikan anak, senang melewatkan waktu luanganya dengan anak anak, dan membuat mereka tertawa bahagia. Ayah yang baik akan bekerja sungguh sungguh untuk memastikan anaknya bisa sekolah mengejar cita cita, dan memberi kehidupan yang layak bagi anak anaknya. Â
Dalam hal kesepakatan bahwa karir istrinya lebih cemerlang, saya tidak menyangkal bahwa ada pria yang atas kesepakatan bersama kemudian mengurus anak, dan wanita bekerja. Tidak ada yang salah  dengan ini. Sepanjang itu keputusan bersama yang dihormati dan disepakati suami-istri, dan masing masing melakukan fungsinya dengan baik. Welcome to the new era. Pria juga dapat menjadi bapak rumah tangga yang baik, meskipun tidak umum.