Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguji Nyali Jokowi; "Say No to Puan?"

17 April 2014   13:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 4474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Capres Jokowi dan Prabowo masing masing memiliki pendekatan dan cara tersendiri untuk menggaet parpol lain agar berkoalisi demi menguatkan posisi masing masing dalam pemilihan Presiden dan wakilnya July mendatang.

Prabowo tidak disangkal lagi merupakan one man show di partai Gerindra yang didirikan dan dibesarkannya  sehingga berhasil melaju di tiga besar pemenang pemilu legislatif. Menentukan siapa calon wapres bagi Prabowo tidaklah serumit Jokowi, karena faktor yang paling utama untuk dipertimbangkan adalah tingkat kepopuleran dan dukungan partai lain, mengingat perolehan suara Gerindra yang hanya berkisar di angka 11 persen.

Meski belum ada keputusan akhir, namun publik bisa merasakan arah angin koalisi Gerindra berkiblat ke PAN, PPP dan PKS.  Kejutan bisa saja terjadi di kubu PPP yang sementara mengalami kekisruhan internal karena ketua partainya melakukan "blunder" politik yaitu hadir dan mendukung Prabowo dalam kampanye Gerindra.

Apapun pembelaan Suryadharma Ali, orang bodoh juga tahu bahwa seharusnya masing masing partai sebelum pemilu diadakan akan berjuang memaksimalkan pencapaian suara untuk partainya;  bukannya hadir pada kampanye partai lain. Secara pragmatis langkah SDA menegaskan bahwa PPP tidak cukup percaya diri untuk melewati perolehan suara Gerindra, bahkan sebelum "peperangan" dimulai.  Blunder SDA membuat PPP ibarat pasukan tempur yang takluk sebelum bertarung.

Manuver SDA tidak lebih dari ingin "mengamankan" posisi dan melakukan langkah dini "memberi hutang budi" kepada Gerindra. agar jika pada Pilpres mendatang Prabowo menang, hampir dipastikan SDA akan memanen hasil lumayan atas keberaniannya "menjual diri" sebelum akad nikah.

Di politik toh semuanya bisa terjadi. Hari ini koalisi, besok pecah kongsi. Hari ini berjabat tangan, besok tusuk tusukan dari belakang. Tak ada yang abadi. Yang ada hanya kepentingan untuk duduk dan menikmati kue besar yang diklaim pemenang, meskipun kadang yang dibagi hanya remehan yang tak layak konsumsi. Persetan dengan harga diri dan norma norma, demi kekuasaan dan uang, segala hal bisa diputar balikan, hitam dan putih beradu dan membaur nyaman di daerah abu abu, tanpa tujuan jelas; yang penting menjabat!.

Itu sebabnya demokrasi di negara ini sulit maju. Yang dikedepankan bukan kepentingan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, tapi soal jabatan dan kekuasaan.  Pejabat, politisi, petinggi, bahkan aktivis yang sebelum mendapat kedudukan selalu hebat berteriak  mencanangkan perubahan, akhirnya melempem nyaman pada wilayah abu abu. Semuanya karena ngiler dengan konsep bagi bagi hasil.

Publik menanti pembuktian nyali Jokowi, seorang Capres yang dibesarkan oleh PDI-P dibawah kepemimpinan Megawati. Langkah awal menentukan calon wakil Presiden merupakan ujian pertama bagi Jokowi untuk menunjukkan kepada pendukungnya bahwa Jokowi punya sikap dan prinsip.

Sikap santun yang ditunjukkan Jokowi kepada Megawati, selama ini selalu dicemooh oleh mereka yang anti Jokowi. Padahal secara fair, Jokowi bukan hanya santun kepada Megawati, tapi kepada semua orang yang dianggap lebih tua dan dituakan. Kepada SBY juga sikapnya demikian. Dan bukankah ini seharusnya menjadi ciri khas kebanggaan bangsa kita? Dimana mana kita berteriak bangga tentang kesantunan Indonesia.

Santun bukan berarti lemah. Santun tidak berarti dapat diinjak injak semaunya oleh orang lain. Sikap sopan santun adalah penghormatan kepada diri sendiri dan orang lain, sebagai pengakuan atas kebesaran ciptaan Tuhan lewat makhluknya yang termulia yaitu manusia. Santun berarti menghargai orang lain dan mendudukkan sesama pada level yang sejajar.

Memilih cawapres adalah momen bagi  Jokowi  menunjukkan kepribadiannya sebagai pemimpin masa depan bangsa yang memiliki sikap santun, tegas dan berani mengambil keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun