Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Prabowo Harus Memilih; Antara ARB atau SBY

6 Mei 2014   15:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:49 2976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13993402632012219153

Bosen ah ngomongin Jokowi. Soalnya tidak usah diomongin juga tiket Capres sudah pasti di tangan. Soal Cawapres sudah dipastikan juga, tinggal menunggu momentum diucapkan. Ilmu cenayang saya yang jarang sekali meleset (buktinya 10 jam sebelum David Moyes resmi dipecat, saya sudah menulis artikel bentuk reportase dan di TA-kan oleh admin).  Sudah dua kali  saya menulis soal Cawapres yang bakal mendampingi Jokowi yaitu  JK, Mahfud MD dan Ryamizard Ryacudu. Dalam persentase kemungkinan sesuai urutan yang saya sebutkan. Pokoknya satu dari antara tiga nama itu, dengan kemungkinan terbesar adalah JK.

Menjadi menarik melihat Prabowo yang sampai sekarang masih mencari Cawapres. Dukungan PKS sangat tanggung karena dengan perolehan suara yang sekitar 6-7 persen, toh Gerindra masih harus mencari tambahan dukungan. Sementara PKS sudah menyodorkan sejumlah calon untuk mendampingi Prabowo. Sayangnya calon cawapres sodoran PKS kurang "menjual", sehingga Prabowo masih terus menggeliat mencari dukungan partai lain yang lebih menjanjikan.

Maka sampailah pada beberapa hari menjelang batas akhir memasukkan nama capres dan cawapres, mau tidak mau safari politik mencari dukungan harus dilakukan dengan lebih gigih.

Prabowo is not alone. Sebetulanya ARB dan SBY juga sama gelisahnya, karena memang tidak niat untuk menjadi partai oposisi. Padahal saya berharap ada yang mau dari awal dengan tegas mengatakan....Kami jadi oposisi untuk menyeimbangkan siapapun nanti yang memimpin.

Kalau semua mau jadi koalisi, tidak seimbang dan objektif nantinya roda pemerintahan, karena tidak ada lawan untuk mengontrol. Menjadi oposisi bukan berarti semua kebijakan "lawan" harus digagalkan.  Kalau proposal dan rencana kerjanya jelas untuk kemakmuran rakyat, maka oposisi yang baik harus mendukung dengan pengawasan agar tidak disalah gunakan wewenang mengeksekusi.

Dengan berbalas kunjungan antara Prabowo dan ARB, ini sudah menunjukkan keseriusan yang mendalam bahwa kemungkinan kedua partai ini bisa bersatu. Angka yang sangat klop sebenarnya, karena langsung mencapai 25 persen. Tanpa partai lain sudah cukup untuk meloloskan Prabowo sebagai capres (dengan catatan Golkar mau menjadi Cawapres.)

Logika politik khan tidak ada patokan dan standard baku?.  Bisa jadi yang 14 persen  mau mengalah, dengan hitung hitungan daripada dua duanya tidak dapat apa apa?. Meski secara internal partai, isyarat ARB yang mengatakan bersedia jadi cawapres, bakal mendapat tantangan yang kuat dari para petinggi Gokar lainnya. Mau taruh dimana gengsi Golkar jika 14 persen jadi cawapresnya 11 persen?.

Tapi seperti pembahasan Pakde kartono, ARB adalah seorang pengusaha yang berpikir lebih logis. Jiwa pengusaha itu yang penting untung bukan rugi. Untung sedikit lebih baik daripada tidak untung sama sekali. Rugi sedikit lebih baik daripada rugi besar. Jadi cawapres lebih baik daripada tidak jadi apa apa dan makin tenggelam di lumpur Lapindo.

Jika dengan Golkar, Prabowo tidak perlu lagi repot mencari tambahan koalisi. Tuntutan PKS otomatis akan menurun dengan sendirinya, karena sadar bahwa mereka bukan lagi primadona yang diburu.  Yang penting Golkar harus bisa menyelesaikan konflik internalnya nanti. Kasihan kalau Prabowo harus mengalami kekecewaan seperti yang terjadi dengan PPP. Sudah ikut boyongan iring iringan pengantin, kok cincin dikembalikan pada detik detik terakhir karena alasan orang rumah tidak setuju.... Duh naseeeebbb.....!

Nah dengan SBY, Prabowo juga bakal beli satu dapat dua. Partai Demokrat dan PAN bagaikan duet abadi yang sulit terpisahkan. Selain kedudukan Hatta Rajasa sebagai Menko, faktor non-teknis yang justru menjadi penentu adalah hubungan besan keduanya.  Percayalah, dimana ada PD, disitu ada PAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun